EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

Mengenal Feminisme Radikal

Kehadiran feminisme merupakan suatu gebrakan dalam memberikan bahasa baru bagi konsep keadilan. Karena selama ini kita berbicara mengenai hal tersebut jauh dari sebagaimana mestinya, maksudnya kita membicarakan keadilan namun tidak pernah melibatkan perempuan di dalamnya. Sehingga seakan-akan keadilan itu hanya untuk laki-laki saja.

Lantas apa itu feminisme? Menurut Gerda Lerner (1986: 236), terdapat beberapa definisi mengenai istilah feminisme. Pertama feminisme diartikan sebagai sebuah doktrin yang menyokong hak-hak sosial dan politik yang setara bagi perempuan. Kedua, menyusun suatu deklarasi perempuan sebagai sebuah kelompok dan sejumlah teori yang telah diciptakan oleh perempuan.

Mengenal Feminisme Radikal
Gambar. Mengenal feminisme radikal. Sumber. pixabay.com

Ketiga, adanya kepercayaan tentang penting suatu perubahan sosial untuk meningkatkan keberdayaan kaum perempuan. Agar gerakan mengenai hak perempuan tidak berbeda dengan hak-hak sipil dari kaum laki-laki, dalam suatu keinginan partisipasi yang setara terhadap perempuan dalam status quo.

Hal ini juga yang menjadi tujuan dari para reformis misalnya pada gerakan hak-hak kaum perempuan maupun tentang hak pilih terhadap kaum perempuan. Sebagaimana yang dilakukan pada feminisme liberal yang menutut perupahan undang-undang yang dianggap sebagai sebab mendiskrimasi kaum perempuan, sampai upaya mereka mendirikan National Organization for Women (NOW).

Pada pembahasan sebelumnya kita banyak membicarakan salah satu gerakan perempuan yang beraliran feminisme liberal. Untuk itu dalam pembahasan kali ini kita akan berkenalan dengan feminisme radikal, yang merupakan aliran feminisme cukup dikenal pada gerakan feminisme gelombang kedua.

Mengenal Feminisme Radikal (Bagian 1)

Feminisme radikal dianggap sudah mulai berkembang pada tahun 1960-1970 di negara Amerika Serikat. Aliran feminisme radikal jika dilihat dari aspek historis termasuk dalam aliran gelombang feminisme kedua, sebagaimana yang terlihat di wilayah Boston, Chicago, dan New York.

Simione de Beauvoir muncul sebagai momok yang besar, kehadiran pengarang novel pada tahun 1970 di duga sebagai acuan feminisme radikal seperti, Marge Piercy, Erica Jong, dan Kates Alix Shulman (Juanda, 2019: 136). 

Berbeda dengan feminis liberal yang berjuang mengenai hak-hak perempuan dari dalam dengan mecoba merubah sistem aturan atau undang-undang, yang dianggap sebagai penyebab pengkerdilan kaum perempuan di ruang privat maupun publik.

Pada feminisme radikal mereka menunjukkan bahwa perempuan mengalami penindasan disebabkan oleh dominasi patriarki, yang telah menjadikan perempuan sebagai suatu objek. Mislanya mereka  mempermasalahkan tubuh, hak reproduksi, seks, dan sebagainya, (Eisenstein) dalam (Hasyim, dkk. 2014: 2). 

Menurut Arivia (2005: 100-102) isu mengenai penindasan perempuan merupakan inti dari gerakan feminisme radikal. Mereka juga mencurigai bahwa penindasan tersebut disebabkan oleh adanya pemisahan antara lingkup privat dan lingkup publik, yang berarti bahwa lingkup privat dinilai lebih rendah daripada lingkup publik, di mana kondisi ini memungkinkan tumbuh suburnya patriarki. 

Mengenal Feminisme Radikal (Bagian 2)

Dalam konsep feminisme radikal menganggap bahwa penindasan diawali melalui dominasi atas seksualitas perempuan dalam lingkup privat, seperti tubuh dan seksualitas sebagai isu sentralya. Kaum feminis radikal meneriakan slogan bahwa “yang pribadi adalah politis”, yang berarti penindasan dalam lingkup privat adalah merupakan penindasan dalam lingkup publik. 

Kata ‘politik’ atau politis juga mengacu pada hubungan kekuasaan terstruktur yang menunjukkan suatu kelompok mengontrol kelompok lain, sedangkan ‘seksual’ merujuk pada penunjukan supremasi kaum (yang berjenis kelamin) laki-laki terhadap perempuan, keluarga, dan masyarakat (Millet, 1970: 23). 

Feminis radikal juga memberikan prioritas atau menanggapi setiap isu-isu yang berkaitan tentang kesehatan, misalnya perdebatan mengenai aborsi dan penggunaan alat kontrasepsi yang aman. 

Feminis radikal ingin menyadarkan perempuan bahwa setiap perempuan memilki hak dalam memutuskan segala hal tentang tubuh mereka, seperti hak akan kesehatan maupun reproduksi.

Hak atas tubuh perempuan ini sangat penting dalam tuntutan kaum feminis radikal, karena banyak hal yang menimpa kaum perempuan dari sisi tubuhnya seperti kekerasan, pemerkosaan, pelecehan seksual hingga pornografi baik itu yang terjadi dalam rumah tangga maupun publik dan dianggap wajar.

Bahkan bentuk ketidakadilan terhadap kaum perempuan itu dianggap wajar dalam dominasi patriarki. Sehingga menciptakan dikotomi mengenai istilah yang disebut dengan good girls dan bad girls. Artinya apabila kaum perempuan berperilaku baik, terhormat, dan patuh, maka ia tidak akan dicelakai (Arvia, 2005: 103).

Kondisi itu menggambarkan sistem patriarki laki-lakilah yang memegang kendali kekuasaan dan dominasi, lantas apa yang membuat itu dianggap wajar oleh kaum laki-laki. Karena mereka yang menentukan sendiri apa yang baik atau pantas diterima untuk perempuan dalam kehidupan.

Hubungan tersebut pada akhirnya menciptakan suatu pola seperti super ordinat dan subordinat, pengampuh dan diampuh. Kemudian hal itulah yang membuat kaum feminis radikal untuk menghapuskannya. Tidak hanya itu, dalam perjuangan kaum feminisme ini juga telah terbagi menjadi dua kelompok yaitu feminisme radikal libertarian dan feminisme radikal kultural. 

Baca Juga:

Mengenal Feminisme Radikal (Bagian 3)

Mungkin terasa agak sulit menarik garis batas antara kelompok hak-hak perempuan yang "liberal" dan kelompok pembebasan perempuan yang "radikal", adalah lebih sulit lagi untuk mengartikulasikan perbedaan di dalam komunitas feminis radikal. 

Tong (2008: 69) telah menguraikan beberapa pandangan dari Alison Jaggar dan Paula Rotehenberg, untuk memahami pemikiran feminisme radikal tentang akar opresi terhadap perempuan adalah sistem seks dan gender dan hal ini dapat diuraikan yaitu sebagai berikut:

  • Secara historis perempuan dianggap sebagai suatu kelompok pertama yang teropresi.
  • Menganggap opresi yang paling menyebar dan ada serta diketahui pada masyarakat adalah yang terjadi pada kaum perempuan.
  • Menganggap tindakan opresi yang terdalam dan sulit untuk dihapuskan maupun dihilangkan pada perempuan, walaupun dengan melakukan perubahan sosial seperti upaya untuk penghapusan kelas pada masyarakat.
  • Manganggap tindakan opresi terhadap kaum perempuan dapat menciptakan suatu penderitaan yang buruk bagi mereka yang menjadi korbannya, hal itu blik berupa kuantitatif maupun kualitatif. Bahkan penderitaan itu dilakukan dengan alasan prasangka atau tidak disadari baik pada pelaku opresimaupun pada korbannya.
  • Tindakan opresi ini juga dapat memberikan suatu model konseptual dalam memahami setiap bentuk opresi lainnya terhadap kaum perempuan (Tong, 2008: 69).

Mengenal Feminisme Radikal Libertarian

Feminisme radikal libertarian telah menjadikan perhatiannya lebih terhadap konsep isu-isu feminin, terkait hak-hak reproduksi serta peran seksual. Menurut kelompok ini, solusi terhadap masalah tersebut yaitu melakukan pengembangan tentang ide androgini, yang merupakan suatu model dalam mempromosikan bentukan dengan karateristik maskulin-feminin yang disebut dengan manusia seutuhnya (Arvia, 2005: 108).

Di sisi lain androgini menurut para ahli yang lain seperti Bem (1981) dalam (Mussen, 1990:633) mengartikan androgini adalah kombinasi dari karakteristik nilai sosial maskulin dan feminin pada satu individu.

Tong (2008:93-94) merumuskan apa yang diuraikan oleh Ann Ferguson mengenai pandangan feminis radikal libertarian tentang seksualitas, yang biasanya lebih cenderung ke heteroseksual atau lesbian dan hal ini akan diuraikan sebagai berikut: 

  • Adanya unsur karakterisasi oleh tindakan represi pada praktik heteroseksual seperti yang terjadi pada praktik seksual lainnya. Sebagaimana unsur untuk menstigma ke minoritas seksual sebagai upaya menjaga mereka yang menjadi minoritas agar tetap di bawah kendali, dan hal ini terjadi dengan adanya norma seksualitas dari kaum borjuis yang patriarkal dab hal itu digunakan untuk merepresi hasrat maupun kenikmatan banyak orang.
  • Para feminis harus ada unsur untuk analisis teoritis yang diresistensi, serta pembatasan oleh hukum, penilaian moral. Kemudian suatu bentuk penilaian tehadap moral, seseungguhnya lebih cenderung menstigma terhadap seksualitas perempuan, adanya pembatasan terhadal hukum maupun penilain moral. 
  • Feminis harus menuntut hak-haknya yang bisa mendapatkan setiap kepuasan dan kenikmataan, atau apapun yang diinginkannya. Untuk mereka, para kaum perempuan dan feminis juga harus menuntut agar bisa merebut kembali kendali atas seksualitas.
  • Adanya hubungan yang setara dan sema pada 
  • Hubungan seksual yang ideal adalah antara partner setara yang sama-sama memberikan kenikmatan dan kepuasan seksual satu sama lain dengan cara apa pun yang dipilihnya.

Mengenal Feminis Radikal Kultural

Feminis radikal kultural bersikeras pada pandangannya yang menyatakan bahwa perempuan seharusnya tidak seperti laki-laki, dan tidak perlu bagi perempuan untuk meniru atau berperilaku seperti laki-laki. 

Bagi kaum feminis radikal kultural berupaya memberikan pencegahan terkait dengan nilai-nilai maskulin secara kultural sebagaimana yang dikenkan pada kaum laki-laki. Hal ini misalnya berupa otonomi, kebebasan, intelektual, hirarki, kehendak, dominasi, transendensi, budaya, perang maupun tentang kematian.

Tong (2008:94) merumsukan beberapa pandangan feminis radikal kultural berdasarkan yang diuraikan oleh Ferguson tentang seksualitas, dan kemudian menjadi ciri khas untuk mengenali feminis radikal kultural. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut:

  • Pada umumnya hubungan heteroseksual telah dianggap dikarakterisasi bersama ideologi tentang objektivikasi seksual dengan kata lain pria sebagai subjek atau tuan, sedangkan perempuan sebagai objek atau budak, dan kemudian hal itu mendukung kekerasan seksual kaum laki-laki pada perempuan.
  • Kaum feminis harus membuat resistensi terhadap praktik seksual apapun itu yang telah mendukung maupun dianggap normal tentang kekerasan seksual oleh laki-laki.
  • Adanya ajakan untuk merebut kembaali tentang kendali terhadap seksualitas perempuan sendiri, dan itu harus berbeda dari prioritas laki-laki tentang seksualitas seperti kepedulian lebih pada keintiman dari pada tentang sekedar penampilan.
  • Partener yang setara merupakan hubungan seksual ideal, karena di dalamnya terdapat persetujuan, adanya keterlibatan emosi serta tidak terlibat dalam mengambil bagian pada peran yang terpolarisasikan.

Referensi

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta.


Hasyim, W. M., Maslikatin, T., & Ningsih, S. 2014. Analisis Feminisme Radikal Pada Novel Tuhan Izinkan Aku Jadi Pelacur Karya Muhidin Dahlan. Jurnal Publika Budaya, 1 (1), 1-15. 


Juanda, J. 2019. Gender Phenomenon in Short Story by Fanny J. Poyk in Media on Line, Indonesia. Kafaah: Journal of Gender Studies, 8(2), 135-148. 


Lerner, Gerda. 1986. The Creation of Patriarchy, Oxford University Press, New York.


Marcia, J. E et. al., 1993. Ego Identity, A Hanbook for Psycosocial Research. New York: Harper Collins Publishers. 


Millet, Kate. 1970. Sexual Politics. New York: Doubleday. 


Mussen, Paul Henry. et. al. 1990. Child Development and Personality. New York: Harper Collins Publishers.


Tong, Rosemarie. 2008. Feminist Thougt: Pengantar Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Jalasutra, Yogyakarta.

Post a Comment

Post a Comment