EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

Teori Kebutuhan Manusia Menurut Erich Fromm

Konsep tentang manusia dan segala persoalannya dalam kehidupan merupakan hal yang menarik, dan sudah banyak dibahas para filsuf atau pemikir-pemikir besar dunia. Semuanya mengakui bahwa manusia mempunyai pokok persoalan yang begitu kompleks, seperti pembahasan tentang kebutuhan manusia.

Manusia juga membutuhkan makan dan minum sama halnya dengan kehidupan makhluk lainnya. Namun Persoalan manusia yang begitu kompleks menjadikan kebutuhan manusia tidak sebatas makan dan minum, melainkan juga kebutuhan eksistensial yang dibahas oleh Erich Fromm.

Teori Kebutuhan Manusia Menurut Erich Fromm
Gambar. Teori Kebutuhan Manusia Menurut Erich Fromm

Untuk itu dalam pembahasan ini akan mencoba menguraikan tentang konsep kebutuhan manusia, berdasarkan pada pemikiran Erich Fromm tentang kebutuhan manusia selain dari kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan kondisi keberadaannya di dunia.

Konsep Manusia Menurut Erich Fromm

Sebelum berjalan lebih jauh tentang pembahasan mengenai kebutuhan manusia, alangkah baiknya kita memahami lebih dahulu konsep manusia yang dibicarakan oleh Erich Fromm. 

Fromm melihat manusia tidak seperti para pemikir dunia lainnya, yang membahas dari persolan-persoalan esensi maupun substansi. Melainkan Fromm melihatnya dari kontradiksi-kontradiksi atau yang menjadi dilema bagi kehidupan manusia dengan dunianya. 

Pandangan mengenai manusia Fromm mengatakan bahwa dalam kehidupan awalnya manusia mengalami kesepian atau kesendirian, sehingga manuisa membutuhkan suatu hubungan dengan yang lainnya baik itu sesamanya atau lingkungannya.

Pembahasan Fromm tentang manusia dilihat dari kedua aspek yang pertama yaitu manusia adalah binatang yang perlengkapan instingnya tidak sempurna. Sedangkan yang kedua manusia adalah makhluk yang mempunyai kualitas mental atau kecerdasan.

Bagi Fromm, umumnya kebutuhan diartikan seperti makan, minum, dan seks adalah kebutuhan fisik. Kebutuhan tersebut sebenarnya bagian dari aspek kebinatangan dari manusia, bila membahas kebutuhan manusia dari aspek ini hanya akan melihat sisi kebinatangan dari manusianya saja.

Apa yang dimaksud Fromm sebagai kebutuhan manusia adalah kebutuhan yang sesuai dengan eksistensinya atau keberadaannya sebagai manusia (Alwilsol, 2017:131). Karena itu kita harus melihat kebutuhan manusia selain dari yang disebutkan di atas, yaitu kebutuhan manusia yang berkaitan dengan kondisi kemanusiaannya ketika berada dalam kehidupan ini.

Jenis-Jenis Kebutuhan Manusia Menurut Erich Fromm (Pertama)

Lantas apa saja jenis-jenis kebutuhan manusia yang harus sesuai dengan kondisi eksistensialnya atau jenis kebutuhan yang bukan berdasarkan pada aspek kebinatangan, melainkan kemanusiaannya.

Alwilsol (2017:131) merangkum beberapa pemenuhan kebutuhan manusia oleh Erich Fromm yaitu terdiri dari dua konsep besar yang pertama adalah kebutuhan akan kebebasan dan keterikatan, sedangkan yang kedua adalah kebutuhan untuk memahami dan beraktifitas.

Adapun pada pembahasan kebutuhan yang pertama tentang kebebasan dan keterikatan terdapat beberapa jenis, yaitu kebutuhan akan keterhubungan (relatedness), keberakaran (rootedness), mencipta (transendensi), kesatuan (unity) dan identitas (identity). Beberapa dari jenis kebutuhan ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Keterhubungan (Relatedness)

Apa yang dimaksud dengan keterhubungan? Yaitu suatu kebutuhan manusia dalam membangun hubungan baik itu dengan individu yang lain maupun alam atau lingkungannya.

Fromm percaya bahwa manusia sebagai pribadi pada awalnya mengalami keterpisahan dengan apa yang ada diluarnya, entah itu alam maupun pribadi lain. Sehingga membangung hubungan dengannya adalah suatu kebutuhan manusia yang pertama, dan pribadi yang tidak bisa membangun hubungan dengan pribadi lain merupakan kepribadian yang tidak sehat. 

Adapun cara dalam membangun hubungan dengan pribadi lain juga dibedakan dengan membangun hubungan yang tidak sehat atau destruktif, dan hubungan yang sehat disebut konstruktif. 

Seseorang dapat berusaha untuk bersatu dengan dunia atau pribadi lain agar tidak merasa sendirian dengan cara bersikap tunduk kepada orang lain, kelompok, atau sesuatu yang ideal, seperti Allah dan membiarkan dirinya dikuasai olehnya atau sebaliknya mempunyai keinginan untuk menguasai hal tersebut adalah suatu hubungan yang tidak sehat atau destruktif. 

Schultz (2012:67) Cara yang sehat dalam membangun hubungan dengan dunia atau pribadi lain ialah melalui cinta. Bila cinta didasarkan pada watak produktif, maka hubungannya akan melibatkan pengasuhan, tanggung jawab, perhatian, dan pengenalan untuk syarat cinta produktif. 

Sebaliknya jika cinta didasarkan pada watak yang nonproduktif, maka hubungan yang dibangun bernuansa reseptif, eksploitatif, menimbun, dan marketing. Untuk itu untuk memenuhi kebutuhan keterhubungan ini juga harus memahami mana hubungan yang sehat dan menghancurkan.

2. Keberakaran (Rootedness)

Menurut (Alwilsol, 2017:132) Kebutuhan akan keberakaran adalah untuk memiliki ikatan-ikatan yang membuat seseorang merasa dunia kehidupan seperti rumahnya sendiri, atau kebutuhan untuk mengaitkan diri dengan kehidupan. 

Jenis kebutuhan ini juga merupakan berupa ikatan-ikatan seperti ikatan kasih sayang, (Fromm, 2015: 329) tanpa kebutuhan ini orang akan merasa keterasingan dan kesendirian sehingga membutuhkan ikatan kasih sayang yang kuat, dengan membuat ikatan dengan sesama manusia.

Walaupun cara-caranya begitu berbeda-beda dan dapat dipelajari seperti membangun ikatan simbiotik yaitu menjadi bagian dari orang lain atau menjadikan mereka bagian dari dirinya, sadisme yaitu menguasai orang lain, atau dengan masokisme dikuasai orang lain. 

Untuk itu hubungan keberakaran bila dibangun dengan watak nonproduktif seperti reseptif, eksploitatif, menimbun, dan marketing akan membentuk hubungan keberakaran yang simbiotik sampai pada masokis, sadistik, atau destruktif. 

Namun keberakaran yang dibangun dengan watak produktif, akan menjadikan ikatan tersebut yang melibatkan cinta produktif seperti pengasuhan, tanggung jawab, perhatian, dan pengenalan, serta melibatkan nalar atau pikiran yang produktif.

3. Mencipta (Transendensi)

Apa yang dimaksud dengan transendensi? Yaitu suatu kebutuhan manusia untuk meningkatkan potensi dirinya baik itu dengan mengembangkan kemampuan dalam menciptakan sesuatu. 

Fromm (2015: 328) istilah transendensi juga merujuk pada kebutuhan akan objek ketaatan, yang entah itu ketaatan kepada Tuhan atau berhala-berhala lainnya, karena objek tersebut memadukan energinya dalam satu arah, menghilangkan keterasingan, keraguan, dan ketidaknyamanan untuk memberi makna hidup manusia. 

Alwilsol (2017:132) Kebutuhan ini bertujuan untuk mengatasi posisi manusia sebagai makhluk yang pasif, oleh karena manusia mempunyai kemampuan berpikir dan ingin memainkan peranan aktif di dunianya yang bebas, atau peningkatan potensi diri yang mempunyai daya cipta, dan mengembangkan kreativitasnya. 

Penjelasan di atas tergantung pada watak yang mendasarinya, sehingga bila jenis kebutuhannya didasarakan pada watak produktif maka bentuk ketaatan pada objek sesembahan seperti Tuhan, didasarkan pada cinta dan pikiran yang produktif untuk mengambil peran yang aktif. 

Namun bila didasarkan pada watak yang nonproduktif maka jenis kebutuhannya akan pasif dan memilih objek ketaatan tidak menggunakan pikiran dan cinta yang produktif.

4. Kesatuan (Unity)

Apa yang dimaksud dengan kesatuan? Yaitu kebutuhan untuk menyatu dengan individu lain dalam kehidupannya. Artinya selain kita membangun hubungan dengan orang lain seperti pada jenis kebutuhan yang pertama. 

Maksud dari menyatu dengan orang lain yaitu walaupun kita adalah individu yang berbeda, namun perbedaan itu menjadi satu kesatuan atau all in one. Akan tetapi dalam penyatuan tersebut masing-masing individu itu bebas dan tidak saling mendominasi satu sama lainnya.

Alwilsol (2017:132) Kebutuhan untuk mengatasi eksistensi keterpisahan antara hakekat binatang dan nonbinatang dalam diri seseorang, kebutuhan ini menjelaskan bahwa untuk apa orang mengejar kebebasan dan kemerdekaan, namun dirinya masih mersakan kesepian serta terisolasi. Sehingga kebutuhan ini menyatakan kesatuan dengan pribadi lain dengan berbagi cinta dan kerja sama dengan orang lain.  

Fromm (2015: 330) hanya ada satu pendekatan kesatuan atau pemanunggalan yang dapat berhasil tanpa melumpuhkan manusia, sebagaimana terdapat dalam ajaran agama-agama besar di Kawasan China, India, Mesir, dan Palestina yaitu mengembangkan pemikiran dan rasa kecintaan yang manusiawi, serta bertujuan untuk membangun kesatuan atau kemanunggalan dengan alam dan antara manusia dengan sesamanya. 

Artinya jenis kebutuhan ini menekankan pada kesatuan dengan alam maupun sesama manusia yang lain, dengan rasa cinta dan pemikiran yang manusiawi. 

Namun jenis kebutuhan ini jika didasarkan pada watak nonproduktif maka kesatuan yang manusiawi tidak bisa dibangun, karena individu dengan watak nonproduktif akan saling menguasai, ketergantungan, dan penuh tindakan-tidakan destruktif. 

Sebaliknya jika kesatuan ini dibangun berdasarkan watak produktif maka individu akan membangun kesatuan dengan cinta dan pikiran yang produktif sebagaimana telah ditunjukan oleh agama-agama besar dunia

5. Indentitas (Identity)

Maksud dari identitas yaitu manusia juga membutuhkan suatu perasaan identitas sebagai individu yang unik, suatu identitas yang menempatkannya terpisah dari orang-orang lain dalam hal perasaannya tentang dia, siapa dan apa (Schultz, 2012:69). 

Artinya walaupun manusia dapat membangun hubungan, keberakaran, transendensi, dan kesatuan. Namun semua itu tidak melepaskan identitas mereka sebagai individu yang unik, hal inilah dibangun dengan orientasi watak produktif.

Sebaliknya identitas sebagai individu akan hilang jika dengan orientasi watak nonproduktif, karena orang dengan watak jenis ini membuat individu mengalami ketergantungan, menguasai, mendominasi, sampai mengeksploitasi individu lain sehingga tidak dihargai identitasnya sebagi manusia yang unik.

Baca Juga:

Jenis-Jenis Kebutuhan Manusia Menurut Erich Fromm (Kedua)

Jenis kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Erich Fromm sebagaimana yang diungkapkan di atas adalah jenis kebutuhan yang pertama tentang kebebasan dan keterikatan. Di sisi lain masih terdapat beberpa jenis kebutuhan lainnya.

Jenis kebutuhan manusia yang kedua yaitu kebutuhan untuk memahami dan beraktivitas. Adapun menurut Alwilsol (2017:131) jenis kebutuhan ini terdiri dari kerangka orientasi (frame of orientation), kerangka kesetiaan (frame of devotion), kerangka-stimulasi (excitation-stimulation), keefektivan (effectivity). Beberapa dari jenis kebutuhan ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Kerangka Orientasi (Frame of Orientation)

Maksud dari kerangka orientasi, yaitu jenis kebutuhan manusia tentang peta atau arah mengenai dunia sosial dan alamiahnya, atau seperangkat keyakinan mengenai eksistensi hidup, perjalanan tingkahlaku yang harus dikerjakan untuk memperoleh kesehatan jiwa. 

Manusia membutuhkan kerangka orientasi dan objek sembahan karena dalam bertindak memilki kemampuan kesadaran diri, nalar, dan imajinasi yang tidak dipunyai binatang atau primata yang hanya dengan kemampuan insting. (Fromm, 2019:200). 

Fromm (2015: 326) manusia akan bingung dan tidak dapat memahami tindakan yang konsisten untuk mencapai tujuannya, sehingga manusia membutuhkan suatu denah yang entah itu roh leluhurya atau Tuhan yang dapat membimbing setiap tindakannya sebagai tujuannya. 

Artinya manusia membutuhkan kerangka orientasi untuk memahami tujuannya, sehingga memberi arah bagi tindakannya. Apabila tujuannya berdasarkan pada keyakinannya terhadap Tuhan maka setiap tindakan tersebut mengarahkan padanya.

2. Kerangka Kesetiaan (Frame of Devotion) 

Kerangka kesetiaan atau pengabdian merupakan peta pencarian makna hidup, menjadi dasar nilai-nilai dan titik puncak dari semua perjuangan. 

Kebutuhan ini untuk memiliki tujuan hidup yang mutlak seperti Tuhan, karena orang membutuhkan sesuatu yang dapat menerima seluruh pengabdian hidupnya atau sesuatu yang membuat hidupnya bermakna. 

Artinya dalam konteks kerangka orientasi memberi arah dan tujuan bagi tindakannya, maka dalam kerangka kesetiaan atau ketaatan setiap tindakan manusia merupakan bentuk pengabdian terhadap apa yang dia percaya, apabila didasarkan pada kepercayaan terhadap Tuhan maka mengikuti ajarannya merupakan bagian dari kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian terhadapnya.

3. Kerangka-Stimulasi (Excitation-Stimulation

Jenis kebutuhan ini yaitu menggambarkan tindakan seseorang dalam merespon sesuatu dan ada perbedaan antara stimulus sederhana, seperti lapar orang dengan segera bertindak untuk makan, (Fromm, 2015: 338).

Sedangkan stimulus pengaktif merupakan suatu usaha dalam menstimulir orang untuk menjadi aktif, yang pada stimulus sederhana dapat menghasilkan dorongan, yakni seseorang terdorong olehnya. Sedangkan stimulus pengaktif menghasilkan upaya keras—yakni orang yang terstimulir akan berupaya keras mencapai tujuannya, (Fromm, 2015: 339).

Artinya setelah manusia mendapatkan tujuan sebagai arah atau denah tindaknnya, dan memilih kepercayaan pada Tuhan sebagai objek kesetiaan atau ketaatannya. Maka stimulus mendorong manusia untuk berperan aktif atau berusaha pada apa yang sudah menjadi tujuan dan bentuk kesetiaannya.

4. Keefektivan (Effectivity) 

Apa yang dimaksud dengan effectivity? Menurut (Fromm, 2015: 333) keefektifan merupakan makna dari kata “to effect” dan berasal dari bahasa latin ex-facere yang berarti melakukan. 

Bagi Fromm suatu kebutuhan seseorang untuk menjadi aktif dan bukan pasif, sehingga orang-orang yang efektif adalah yang memilki kemampuan mengerjakan, mempengaruhi, dan mewujudkan sesuatu. 

Kerena orang yang mempengaruhi berarti mempunyai potensi yang artinya mempunyai peran, mampu mempengaruhi berarti aktif yang tidak hanya dipengaruhi dan ini merupakan bukti  keberadaan seseorang, serta memilki prinsip saya ada karena saya berpengaruh (I am, because I effect). 

Kesimpulan

Kebutuhan manusia tidak hanya dilihat dari rasa lapar, haus atau sebatas memenuhi hal-hal yang bersifat fisiologis. Berdasarkan pandangan Fromm tentang kebutuhan manusia, hal ini merupakan bagian dari aspek kebinatangan manusia.

Untuk itu yang harus dilihat adalah sisi kemanusiaannya seperti rasa akan keterhubungan, keberakaran, transendensi, kesatuan dan identitas sebagai kebutuhan manusia yang harus dipenuhi.

Tidak hanya itu manusia mempunyai daya nalar yang dinamis dan berpikir tentang masa depan dia dan dunia. Sehingga manusia membutuhkan kerangka orientasi, objek sesembahan, stimulasi dan kefektifan atau kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain.

Referensi

Alwilsol, 2017. Psikologi Kepribadian, Cetakan Keempat Belas, UMM Press, Malang. 

Fromm, Erich. 2015. Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia. Cetakan Kelima. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Schultz, Duane, 2012. Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat. Cetakan Kesembilan Belas. Kanisius. Yogyakarta.


Post a Comment

Post a Comment