EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

8 Tanda Toxic Relationship Menurut Erich Fromm

Toxic relationship adalah hubungan yang tidak sehat atau beracun dan seringkali orang tidak menyadari bahwa diri mereka telah terperangkap dalam hubungan yang beracun tersebut. 

Solferino dan Tessitore (2019) juga mendefinisikan toxic relationship sebagai sebuah hubungan dengan berbagai bentuk namun keseluruhan bentuk tersebut ditandai dengan adanya perbedaan, situasi non-egaliter dimana salah satu dari orang terkait pada hubungan tersebut sangat bergantung pada yang lain sehingga memicu mekanisme dominasi (dalam, Syafira dan Surwati: 2022).  

Dalam pembahasan ini akan diuraikan tentang bagaimana pandangan Erich Fromm dalam melihat fenomena toxic relationship. Mengapa harus melihatnya dengan Erich Fromm? hal ini karena toxic relationship sebenarnya berkaitan dengan kepribadian seseorang dalam menjalani kehidupan sosial. 

Erich Fromm dikenal sebagai psikologi sosial dan ada yang mengkategorikannya dalam psikologi humanis maupun perkembangan, sehingga menjadi suatu pendekatan yang lebih relevan apabila melihat fenomena sosial toxic relationship dengan teori karakter sosial dari Erich Fromm.

Erich Fromm melihat kepribadian manusia sebagai bentuk proses asimilasi dan sosialisasi dalam kehidupan, yang mempunyai perbaduan negatif dan positif. Artinya dalam menjalani kehidupan dan membangun hubungan sosial dengan orang lain, tentu mereka selalu mencerminkan dirinya atau perilaku pada orang lain baik itu dari segi kepribadian yang sehat maupun sakit.

8 Tanda Toxic Relationship Menurut Erich Fromm
Gambar. 8 tanda toxic relationship menurut Erich Fromm. Sumber. pixabay.com

Erich Fromm membicarakan kepribadian manusia dalam hubungannya dengan kondisi keberadaan manusia di alam dan lingkungan sosial masyarakat, yang kemudian hal itu membuatnya dikategorikan sebagai psikologi sosial. Sehingga teori kepribadian Erich Fromm mencari akar dari kepribadian sosial atau karakter sosial dibentuk. 

Pertama, oleh proses asimilasi terbentuk dengan lingkugan dan objek-objek di luar diri individu. Kedua oleh proses sosialisasi, yaitu dengan membangun hubungan diri sendiri, orang lain, alam atau masyarakat pada umumnya.

Fromm mengungkapkan bahawa karakter sosial yang terbentuk dalam proses ini juga tergantung pada kerangka orientasinya. Baik proses asimilasi maupun sosialisasi terdapat dua orientasi, yaitu produktif dan nonproduktif. 

Pertama adalah kerangka orientasi produktif, yang merupakan kepribadian sehat. Sedangkan yang kedua adalah dan nonproduktif, yang merupakan kepribadian tidak sehat dan terdiri dari eksploitatif, menimbun, kepribadian pasar. 

Selain itu kepribadian nonproduktif  dalam sosialisasi terdiri dari: simbosis sadistik, simbosis masokistik, destruktif dan narsistik. Sebagaimana yang diketahui toxic relationship adalah hubungan yang tidak sehat, lantas bagaimana melihat toxic relationship menurut Erich Fromm? yaitu dengan kepribadian nonproduktif atau tidak sehat.

Orientasi Menerima (Reseptif Orientation)

Fromm (2020:81) Dalam kepribadian reseptif seseorang merasa bahwa “sumber dari semua yang baik” berada di luar, dan dia percaya satu-satunya cara mendapatkan apa yang diinginkan, apakah sesuatu itu berupa materi, afeksi, cinta, pengetahuan, kepuasan ialah dengan menerima sumber dari luar. 

Untuk melihat bagaimana tanda-tanda toxic relationship dari kepribadian reseptif ini, maka penulis mencoba membaginya dari sisi korban yang berkepribadian reseptif dan si pelakunya.

  • Dari Sisi Korban

Korban yang berkepribadian reseptif, cenderung terperangkap dalam hubungan toxic sebab, tidak ada prinsip pada dirinya, atau rasa percaya diri yang rendah dan mudah dipengaruhi atau diatur oleh orang lain. Hal ini terjadi karena ia merasa apa yang baik bukan berasal dari dirinya sendiri melainkan dari luar, baik itu pengaruh oleh orang yang berhubungan dengannya. 

Pada kondisi seperti ini lebih terjadi pada individu yang menjadi korbannya. Korban merasa apa yang diterima dari luar misalnya ucapan-ucapan pelaku toxic. Sehingga hal ini menjadi korban perilaku toxic menjadi ketergantungan atau patuh terhadap pelaku. 

Seringkali merasa apa yang diterima oleh korban dari pelaku toxic, Misalnya kekerasan itu diterima dalam dirinya sebagai bentuk cinta atau kepedulian dari pelaku toxic. Untuk itu hal inilah yang menjadi alasan kenapa korban toxic relationship sering tidak sadar bahwa dirinya telah terjebak dalam hubungan yang tidak sehat itu.

  • Dari Sisi Pelaku

Dari sisi pelaku dalam membangun hubungan yang tidak sehat dapat dikenali dengan kepribadian reseptif yaitu: enggan memberikan sesuatu pada orang lain atau pasangannya seperti perhatian, kepedulian, atau sesuatu yang bermanfaat untuk diberikan kepada orang lain atau pasangannya agar bisa berkembang dan seterusnya. Namun orang dengan kepribadian reseptif justru menginginkan menerima hal-hal tersebut seperti cinta dan kepedulian dari orang lain untuk dirinya sendiri..  

Orientasi Eksploitasi (Eksploitation Orientation)

Kepribadian eksploitatif mungkin terdapat sedikit kesamaan dengan orientasi reseptif, bahwa sumber semua yang baik berasal dari luar. Namun orientasi eksploitatif apa bila menginginkan sesuatu dari luar untuk dimiliki tidak menunggu sebagai pemberian, melainkan dengan merampas atau ada tindakan paksaan dan tipu daya (Fromm, 2020:83). 

Dalam suatu hubungan perilaku toxic dengan kepribadian eksploitatif dapat dikenali tanda-tandanya apabila ada pemaksaan dalam hubungan baik itu dengan teman, keluarga, maupun pasangan. 

Selain itu pelaku toxic dengan jenis kepribadian ini juga sering memanfaatkan apa yang ada pada korbannya, seperti dari segi financial yang cenderung banyak terjadi saat ini sebagaimana ada hubungan pacaran yang hanya menginginkan keuangan korban. 

Sehingga hal ini bisa merujuk pada kekerasan dalam ekonomi dan mungkin kita menyepelehkan hal-hal tertentu yang dianggap kecil, padahal sebagian dari itu bisa berdampak pada kondisi psikologis maupun fisiologis. 

Misalnya pelaku toxic sering memaksa korban untuk menemaninya pergi kemanapun tanpa berpikir dengan apakah si korban mempunyai waktu luang, dan ada  juga yang sering meminta si korban untuk membayar tagihan. 

Bahkan yang lebih parah lagi yaitu membangun hubungan berorientasi pada seks, seperti hanya untuk memanfaatkan atau mengeksploitasi tubuh si korban. Gambaran di atas menjadi kekerasan dalam ekonomi, sedangkan gambaran kedua adalah pelecehan seksual. 

Namun pada yang kedua ini orang sering memberi alasan suka sama suka, namun yang harus diketahui kepribadian eksploitatif adalah pemaksa dan manipulatif atau penuh tipu daya. Sehingga si pelaku dengan kepribadian ini bisa memanipulasi korban untuk mengiayakan apa yang dia inginkan seperti memanipulasi korban agar bisa berhubungan seksual dengannya.

Orientasi Menimbun (Hoarding Orientation)

Kepribadian menimbun adalah ciri orang-orang mempunyai sedikit keyakinan kepada sesuatu yang baru, dan mereka lebih dikenal dengan orang suka menimbun dan menabung, kekikiran mereka menunjuk pada uang dan benda-benda material sebagaimana pada perasaan dan pikiran, semboyan mereka dapat dikenal “Milikku adalah milikku dan milikmu adalah milikmu”, (Fromm, 2020:87). 

Untuk mengenal tanda hubungan toxic dengan kepribadian hoarding/menimbun, maka penulis akan menguarikan dari sisi pelaku dan korban sebagaimana yang akan diuraikan, yaitu sebagai berikut:

  • Dari Sisi Pelaku 

Dari sisi pelaku yang berkepribadian hoarding/menimbun biasanya dalam membangun hubungan, ia akan enggan memberikan sesuatu pada orang seperti perhatian atau kepedulian, cinta sesuatu yang bermanfaat untuk diberikan kepada orang lain atau pasangannya dan seterusnya. 

  • Dari Sisi Korban 

Dari sisi korban yang berkepribadian hoarding/menimbun biasanya suka menyimpan perasaan, pikiran, dan segala hal yang dianggap tidak bisa ia berikan atau ceritakan pada orang lain baik itu teman, keluarga maupun pasangannya. Si korban sering menyimpan perasaan tidak senang karena takut dengan pasangannya yang toxic seperti ancaman dan lainnya. 

Si korban sering lebih memilih diam tidak berani mengungkapkan bahwa apa yang dipikirkan tentang pasangannya yang toxic itu salah, namun karena pelaku toxic sering merasa benar dan meremehkan pasangannya, maka si korban lebih memilih mengalah.

Tanda-tanda toxic relationship atau hubungan yang beracun ini dapat dilihat bahwa mereka mempunyai kerpibadian yang berorientasi hoarding atau menimbun. Tanda-tanda ini bisa saja dari keduanya baik si pelaku sendiri maupun orang lain atau pasangan yang menjadi korbannya.

Orientasi Pasar (Marketing Orientation)

Secara teoritis kepribadian marketing atau pasar merupakan prinsip penilaian kepribadian untuk diserahkan dan dijual. Kepribadian ini tidak bersandar pada nilai guna melainkan pada nilai tukar, bahwa apa yang ada di dalam dirinya dan apa yang ingin ditampilkan adalah untuk mendapatkan penilaian dari luar atau memenuhi permintaan pasar. 

Bagi mereka kesuksesan tidak cukup dengan memiliki kecakapan dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas tertentu, namun orang harus dapat “mengarahkan” kepribadiannya dalam bersaing dengan orang lain untuk membentuk sikap seseorang. Mereka tidak menjadi dirinya sendiri dan dapat dikenal dengan semboyan “aku adalah sebagaimana kau menginginkan aku”, (Fromm, 2020:88-95).

Bagaimana mengenal tanda-tanda toxic relationship dengan kepribadian yang berorientasi pasar? hubungan yang dibangun dengan jenis kepribadian ini seperti hukum permintaan dalam ilmu ekonomi, saya pernah menulis hal ini dengan tema pasar kepribadian (Baca: Pasar Kepribadian). Hubungan ini dijalankan sebagai bentuk pertukaran satu sama lainnya, dibangun berdasarkan keinginan orang lain atau yang saya sebut dengan pasar kepribadian itu. 

Hubungan ini dibangun bukan karena keinginan diri sendiri atau sebagai kebutuhan untuk menyatu dengan orang lain. Hubungan yang dibangun dengan kepribadian pasar membuat individu tidak menjadi dirinya sendiri itu karena mereka harus menjadi diri yang diingkan orang lain. 

Misalnya seorang lelaki harus tampil ideal agar laku di pasar perempuan, dan seorang perempuan harus tampil cantik dengan upaya sekeras mungkin diet sampai harus sakit-sakitan, menghabiskan uang untuk produk kecantikan (bukan self love) agar laku di pasar laki-laki. Terkadang orang harus berpura-pura baik agar laku dipasar kepribadian yang penuh pujian, walaupun tersiksa. 

Setiap senyuman dalam hubungan ini seperti senyuman seorang pedagang yang merayu konsumen agar membeli produknya. Hubungan ini toxic karena tidak saling memberi untuk saling melengkapi dan menyatu. Sehingga apabila sesorang menamplikan diri tidak sesuai dengan keinginan orang lain atau pasangannya, maka ia akan depresi, atau pasangannya yang toxic akan pergi meninggalkannya. 

Ketahuilah jika seseorang yang datang karena kelebihanmu, maka dia akan pergi bila melihat kekuranganmu, (Rifaldi Sulaiman).

Orientasi Simbiosis Sadistik (Simbiosis Sadistik Orientation)

Simbosis  sadistik adalah toxic relationship karena hubungan yang di bangun berdasarkan pada hasrat ingin menguasai orang lain. Hubungan di bangun juga bukan berdasarkan ingin menyatu dengan orang lain yaitu dengan orientasi memberi, melainkan memiliki. 

Mereka membuat orang lain seperti benda dan seakan tidak mempunyai kebebasan lagi dalam kehidupan. Sebagaimana yang diungkapkan Fromm bahwa semua bentuk dorongan sadistik kembali pada impuls untuk memiliki penguasaan sempurna atas orang lain, untuk menerima dan membuatnya menjadi objek yang tak berdaya atas kehendaknya.

Fromm memberikan gambaran yang diungkapkan jenis kepribadian ini seperti "aku akan menjadi satu dan orang yang sama denganmu, aku akan mencintai ciptaanku, aku akan membentuknya, aku akan menciptakannya menurut seleraku, agar kita saling mencintai layaknya anak dan ayah. 

Akan kudampingi kau di Tilbury, wahai anakku tercinta, aku akan merasa senang atas keberhasilanmu menaklukkan perempuan. Akan kunyatakan: aku anak muda yang gagah." 

Bagi Fromm semua bentuk orientasi sadistik kembali pada impuls untuk memiliki penguasaan sempurna atas orang lain, untuk menerima dan membuatnya menjadi objek yang tak berdaya atas kehendaknya. 

Fromm memberikan hubungan simbosis ini dengan contoh dari Balzac dalam Lost Illusion yang menggambarkan hubungan antara Lucian muda dan Bagno seorang tahanan yang bersikap seolah juru dakwah sesaat, setelah dia berkenalan dengan lelaki muda yang baru saja mencoba melakukan bunuh diri. 

Bagno berkata bahwa dia sudah mengangkatmu dari keterprukan kemudian memberikan kehidupan kepadamu, sehingga engkau telah menjadi milikku. Seolah Bagno menjadi sang pencipta yang telah memilki makhluk seperti Lucian.

Kata-kata Bagno juga keluar seperti dengan tangan-tangan perkasa, sudah kuantar kau menapaki jalan menuju kekuatan; biarpun begitu, kujanjikan kepadamu kehidupan bergelimang kesenangan, kehormatan dan pesta abadi. 

Kau tidak akan pernah kekurangan uang, kau akan hidup mewah dan kau akan menjadi orang yang cemerlang; sebaliknya aku, membungkuk hina dalam kotoran, akan mengamankan bangunan besar keberhasilanmu yang cemerlang. Aku cinta kekuatan demi kekuatan! Diri ini dapat selalu menikmati setiap kesenanganmu walaupun pada akkhinya meninggalkannya.

Tanda-tanda toxic relationship dalam keprbadian yang berorientasi simbosis sadistik dapat dikenali dengan upaya dominasi atau penguasaan penuh atas orang lain. Artinya dalam suatu hubungan misalnya pacaran, maka salah satu pasangan atau pelaku toxic selalu mendominasi atau ingin menguasai pasangannya.

Pelaku toxic dengan jenis kepribadian ini juga sering mengontrol pasangannya, misalnya selalu melarang pasangannya berteman atau berkumpul dengan orang lain, seakan-akan kebebasan pasangannya telah direbut. Pelaku toxic dengan kepribadian simbosis sadistik merasa orang lain atau pasangnya seperti benda yang harus ia miliki, maka apa yang ia berikan pada orang lain tersebut juga harus tunduk padanya. 

Pelaku toxic akan merasa bangga karena telah menaklukan seseorang, seperti seorang lelaki yang menjalin hubungan pacaran merasa berjaya karena telah menaklukan seorang perempuan untuk menjadi pacarnya, dan tinggal mereka bentuk si perempuan yang menjadi korban sesuai keinginan mereka.

Orientasi Simbiosis Masokis (Masocistic Simbiosis Orientation)

Berbeda dengan simbiosis sadistik yang mencari kebahagiaan dengan menguasai orang lain. Toxic relationship dengan orientasi kepribadian simbiosis masokistik justru membiarkan dirinya dikuasai oleh orang lain, mereka bergantung pada si pelaku toxic. Namun sebelum berbicara lebih jauh mengenai ini, alangkah baiknya kita melihat bagaimana uraian Erich Fromm tentang kepribadian yang berorientasi masokistik ini. 

Fromm (2020) mengungkapkan bahwa dalam masokisme merupakan keterkaitan simbiotik orang terkait dengan orang lain namun kehilangan atau tak pernah beroleh kemandiriannya; dia menghindari bahaya kesendirian dengan menjadi bagian dari orang lain, tidak peduli apakah dia "diterima" oleh orang itu  maupun dia yang menerimanya." 

Lanjut Fromm masokisme adalah upaya menghindar dari diri individualnya, untuk lari dari kebebasan dan mencari rasa aman dengan bersikap pasrah kepada orang lain. Bentuk-bentuk yang diasumsikan oleh ketergantungan semacam itu beragam. la dapat dirasionalisasikan sebagai pengorbanan, kewajiban atau cinta, khususnya ketika pola-pola kultural melegitimasi jenis rasionalisasi ini. 

Adakalanya kerja keras masokistik berpadu dengan impuls-impuls seksual dan kesenangan (penyimpangan masokistik); kerja keras masokistik sering banyak bertentangan dengan bagian kerja keras kepribadian untuk kemandirian, serta kebebasan yang dialaminya sebagai hal yang menyakitkan dan menyiksa. (Himself).

Dengan demikian tanda-tanda dari toxic relationship bila dilihat dari keribadian yang berorientasi simbiosis masoskistik, yaitu ketika dalam hubungan yang dibangun tersebut membuat salah satu darinya tidak menjadi dirinya sendiri. 

Misalanya dalam ungkapan kata-kata seperti "aku tidak bisa hidup tanpa kamu", merupakan suatu ungkapan masokistis. Hal ini karena hubungan yang dibangun menjadikan seseorang ketergantungan.

Baca juga:

Orientasi Destruktif (Destructiveness Orientation)

Membicarakan toxic relationship merupakan suatu kerpibadian yang berorientasi kedustruktifan, maka alangkah baiknya kita melihat bagaimana uraian Erich Fromm mengenai kepribadian jenis ini. 

Bagi Fromm (dalam Subondo, 2010) kepribadian destruktif ini terdiri dari tiga bagian, yang pertama adalah agresi reaktif atau deffensif (reactive or defensive aggression). Kedua, kedestruktifan kejam sadistik (sadistic-cruel destructiveness). Ketiga, kedestruktifan nekrofilik (necrophilous destructiveness

Beberapa jenis destruktif atau sifat merusak ini berbeda-beda, maka saya akan menguraikan ulang bagaimana toxic relationship ini dengan masing-masing jenis dari kepribadian yang berorientasi destruktif yaitu sebagai berikut:

  • Agresi reaktif atau deffensif (reactive or defensive aggression)

Kepribadian ini memiliki prinsip "jika aku tidak ada, maka bagaimana sesuatu di luar diriku bisa melukai diriku?". Sebenarnya jenis ini berfungsi untuk mempertahankan atau membela diri dan kehidupannya ketika ada ancaman. Akan menjadi baik bila individu ini bereaksi mempertahankan diri atau menghindar dari si pelaku toxic yang mengancam, namun akan menjadi buruk bila cara menghindarinya dengan cara bunuh diri.

  • Kedestruktifan kejam sadistik (sadistic-cruel destructiveness

Kepribadian ini memiliki prinsip "jika aku menghancurkan dunia, maka bagaimana ia bisa melukai diriku? Jenis ini adalah penggunaan kekerasan untuk mengendalikan dan menguasai manusia yang lain. Jika sebelumnya bereaksi untuk mempertahankan diri, maka jenis ini adalah menyerang dengan cara menghancurkan orang lain seperti mendominasi pasangannya ketika dalam membangun hubungan, dan hal inilah salah satu perilaku toxic relationship dengan kepribadian destruktif sadistik.

  • Kedestruktifan nekrofilik (necrophilous destructiveness

Kepribadian destruktif adalah individu  yang  tertarik dengan hal-hal yang berbau kematian dan destruktif seperti kekerasan, kehancuran, kematian, atau kesakitan. Yang terakhir ini merupakan bentuk destruktif yang paling menghancurkan atau merusak, baik secara sosial maupun individual dan orang yang Fromm contohkan seperti Hitler. Tentunya dalam konteks membangun hubungan dengan siapa saja baik itu teman atau pacar, maka orang ini selalu bertindak dengan kekerasan atau kejam dan bahkan sampai tingkat pembunuhan.

Orientasi Narsistik (Narcissistic Orientation)

Bagaimana melihat toxic relationship pada orang dengan kepribadian narisistik? Sebelum itu Fromm menjelaskan bahwa narsistik dicirikan dengan ketertarikan yang tinggi terhadap diri sendiri. Pelakunya menganggap bahwa sesuatu yang nyata hanya terdapat di dalam dirinya sendiri. 

Segala sesuatu di luar dirinya tidak nyata dan tidak menarik. Orientasi ini tidak hanya dipunyai oleh manusia sebagai individu, tapi juga dimiliki oleh kelas, kelompok, suku bangsa, masyarakat, bahkan suatu bangsa, (Subondo, 2010)

Tanda-tanda toxic relationship dengan kepribadian narsistik adalah mereka selalu merasa yang terbaik, paling menarik, bahkan paling benar dari orang lain. Dalam suatu hubungan orang yang berkepribadian narsis karena merasa yang paling terbaik, maka cenderung menjatuhkan orang lain dan hanya mengangkat dirinya saja. 

Orang lain di sini bisa saja teman atau pasangannya waktu menjalani hubungan dengannya. Kata-kata seperti "kenapa kamu gemuk sekali? itu membuatmu terlihat jelek, seharusnya kamu kurus seperti aku agar terlihat cantik dan menarik." 

Referensi

Fromm, Erich. 2020. Man for Himself: Manusia Untuk Dirinya Sendiri. Cetakan Pertama, IRCiSoD, Yogyakarta. 

Syafira dan Surwati. 2022. Representasi Toxic Relationship Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Toxic Relationship dalam “Film Story of Kale: When Someone’s in Love” Karya Angga Dwimas Sasongko), Jurnal, Komnas.com.

Subondo, Nur Iaman, 2010. Erich Fromm Psikologi Sosialis Materialis yang Humanis. Cetakan Pertama. Kepik Ungu, Depok.

Post a Comment

Post a Comment