EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

Evolusi Dari Matriarki Ke Patriarki: Sejarah Umat Manusia Menentang Dominasi

Konflik relasi gender antara perempuan dengan laki-laki sudah berlangsung cukup lama, dan bahkan sampai saat ini masih ada kalangan yang membahas persoalan relasi gender yang masih penuh nuansa dominasi dan mencari titik keadilannya.

Hal ini juga diungkapan oleh Erich Fromm bahwa persoalan yang terjadi antara kedua jenis kelamin ini telah berlangsung sejak kurang lebih enam ribu tahun silam (Fromm, 1994). Artinya dalam evolusi manusia sudah terdapat konflik jenis kelamin dan banyak melibatkan para pemikir dunia.

Evolusi Dari Matriarki Ke Patriarki: Sejarah Umat Manusia Menentang Dominasi
Gambar. Evolusi dari matriarki ke patriarki: sejarah umat manusia menentang dominasi. Sumber. pixabay.com

Isilah-istilah seperti matriarki dan patriarki menjadi pokok pembahasan dalam wacana relasi gender, seperti ketidakadilan yang dialami kaum perempuan saat ini disebut sebagai dominasi dari sistem patriarki. Persoalan ini menjadikan orang berpikir bahwa dunia ini merupakan konflik antara matriarki dan patriarki.

Sebenarnya pemahaman terhadap hal tersebut memang tidak ada salahnya, namun saat ini kita perlu memahami lebih jauh tentang konsep hubungan manusia dan khususnya anatara perempuan dan laki-laki yang dilihat dari evolusi matriarki ke patriarki.

Hal ini harus dilihat karena kekeliruan kita dalam membicarakan konsep dan sistem baik itu matriarki maupun patriarki tidaklah seperti suatu pertempuran, yang diharapkan salah satu darinya tumbang dan satunya lebih mendominasi. 

Untuk itu dalam pembahasan kali ini akan memperkenalkan apa itu matriarki dan patriarki? Yang dilihat dari konsep evolusi manusia atau keluarga berdasarkan teori yang dikembangan oleh Johan Jacob Bachoven. Sedangkan pembahasan yang terakhir adalah tentang aspek postif dan negatif baik dari matriarki maupun patriarki.

Pengertian Matriarki dan Patriarki

Lantas apa itu matriarki? Menurut (Zainudin, 2014: 49) matriarki adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Baik anak laki-laki maupun perempuan merupakan bagian dari perkauman ibu.

Selanjutnya ayah tidak dapat memasukan anaknya ke dalam klannya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patriarki. Sehingga hal-hal yang terkait dengan waris maupun pusaka diturunkan berdasarkan garis ibu. Sedangkan Menurut Radjab (1969:34) sistem matriarki mempunyai ciri-ciri yang harus dikenali. Adapun ciri-ciri matriarki tersebut yaitu:

  • Keturunan dihitung menurut garis ibu, 
  • Pembentukan suku berasal dari garis ibu, 
  • Perkawinan terjadi dan diharuskan dari luar suku mereka (eksogami),
  • Suatu kewajiban seluruh suku untuk pembalasan dendam,
  • Ibu adalah pemegang kekuasaan di dalam suku, namun jarang untuk digunakan, karena laki-laki sebenarnya yang berkuasa.

Definisi matriarki telah disebutkan di atas, lantas apa itu patriarki? Menurut (Habiba, et al., 2016) yaitu kekuasaan dan kontrol yang kompleks dalam masyarakat yang didominasi oleh laki-laki. Patriarki melembagakan subordinasi, ketergantungan perempuan kepada laki-laki dalam masyarakat.

Di sisi lain pengertian patriarki menurut (Murniati, 2004:8) mendefinisikan patriarki sebagai suatu sistem dimana laki-laki berkuasa menentukan segala sesuatu yang akan dilakukan atau tidak dilakukan. 

Baca Juga:

Tahapan Evolusi Keluarga Menurut Bachoven

Johan Jacob Bachofen dalam bukunya Das Mutter-recht (1861), mengemukakan bahwa di seluruh dunia keluarga manusia berkembang melalui empat tahapan evolusi. Menurut (Koentjaraningrat, 1987:38-39) menguraikan yang disampaikan oleh Bachoven yaitu tahapan promiskuitas, matriarchate, patriarchate, dan parental yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. Promiskuitas

Pada masa lampau ada suatu keadaan promiskuitas dalam kehidupan masyarakat, menggambarkan tentang kondisi manusia yang serupa dengan sekawanan binatang berkelompok, maupun laki-laki dan perempuan serta berhubungan dengan bebas bahkan melahirkan tanpa suatu ikatan tertentu.

Gambaran di atas merupakan suatu tahapan tingkat pertama tentang suatu perkembangan umat manusia atau masyarakat, yaitu menggambarkan suatu keadaan tentang belum adanya sistem keluarga yang dianggap inti atau bentuk-bentuk ikatan pada kehidupan manusia.

2. Matriachate

Tahap ini menggambarkan bahwa orang mulai mempersepsikan hubungan sebagai ibu dan anak, sebagai kelompok sentral dalam kehidupan sosial. Hal ini terjadi karena pada awalnya anak hanya mengenal ibu dan bukan ayah.

Kelompok keluarga inti menjadikan ibu sebagai kepala keluarga. Selanjutnya menghindari perkawinan antara ibu dan anak, yang kemudian dikenal dengan exogami, yang dikenal dengan konsep atau sistem yang dikenal dengan matriarchy.

Kelompok yang memandang ibu sebagai tokoh sentral dalam keluarga kemudian diperluas, dan kemudian setiap keturunan dihitung menurut silsilah ibu. Itu juga yang menyebabkan beberapa sarjana saat itu menyebutnya matriarki, tingkat kedua dalam perkembangan masyarakat atau kemanusiaan.

3. Patriarchate

Berbeda dengan tahap sebelumnya yang berpusat pada ibu atau perempuan, dalam perkembangan lebih lanjut kehidupan manusia, patriarki berpusat pada bapak atau pusat laki-laki.

Perubahan kadar terjadi karena laki-laki tidak puas dengan keadaan, kemudian mengambil calon istrinya dari kelompok lain dan membawa anak perempuan ke kelompoknya sendiri. Oleh karena itu, keturunan yang lahir juga termasuk dalam golongan jantan.

Kejadian ini menyebabkan munculnya kelompok-kelompok keluarga secara bertahap dengan ayah sebagai kepala, dan dengan meluasnya kelompok-kelompok tersebut, muncullah patriarki. Situasi ini juga dikenal hari ini sebagai sistem patriarki.

4. Parental

Tahap terakhir terjadi ketika perkawinan di luar kelompok, khususnya exogami, berubah menjadi perkawinan endogami karena berbagai alasan. Perkawinan intramural atau kelompok-batas berarti bahwa anak-anak saat ini berhubungan langsung dengan anggota keluarga dari pihak ayah dan ibu.

Dengan demikian, patriarki berangsur-angsur menghilang, dan diubah menjadi pengaturan kekerabatan yang disebut Bachofen sebagai pengaturan parental. Hal ini membuat anak bebas untuk berhubungan langsung dengan orang tuanya.

Evolusi Matriarki Ke Patriarki Awal Konflik Relasi Gender

Tahapan evolusi keluarga dalam kehidupan manusia menurut Bachoven sebagaimana yang telah diuraikan di atas, sebenarnya itu tidak terjadi secara alamiah melainkan ada fenomena diskriminasi, penindasan, maupun dominasi.

Fenomena tersebut merupakan suatu konflik relasi gender, yang kemudian banyak dibicarakan pada saat ini. Kondisi itu terjadi dapat dilihat yaitu ketika tahapan matriarki menuju ke patriarki, diawali dengan pandangan mengenai ikatan-ikatan oleh para pemikir besar dunia.

Seperti pemikiran Freud dan Bachofen bertolak dari permasalahan yang sama yaitu tentang perkembangan manusia yang dilihat dari hubungannya dengan ibu dan ayah. 

Keduanya membicarakan perkembangan manusia dimulai dari ikatan ibu yang kemudian diceraikan dengan ayah sebagai figur sentral dari cinta kasih. Maksud dari kata diceraikan dapat dipahami sebagai perubahan dari matriarki ke patriarki.

Fromm (2007: 12) menguraikan kedua pemikir tersebut bahwa pemahaman kedua ikatan dari ibu dan ayah dimaknai secara berbeda dalam pandangan misalnya Freud menganggap ikatan yang ada sebenarnya adalah ikatan seksual. 

Di sisi lain pemikiran Bachofen menganggap ikatan seorang anak dengan Ibu adalah suatu ikatan emotional yang sangat mendalam. Menurut Bachoven bentuk ikatan anak dalam keluarga yang paling awal pada evolusi manusia adalah ikatannya dengan ibu atau matriarki.

Lantas bagaimana awal mula konflik antara matriarki dan patriarki? 

Sebenarnya hal ini dapat dilihat dari pandangan mengenai perempuan dan laki-laki. Misalnya Freud memandang perempuan merasa iri pada laki-laki yang mempunyai penis, sedangkan perempuan tidak memilikinya.

Pandangan seperti di atas membuat perempuan dianggap menjadi makhluk yang tidak sempurna, dinomorduakan atau inferior. Hal inilah yang menjadi cikal bakal pemikiran budaya patriarki yang lebih mendominasi perempuan.

Pandangan tersebut dibantah oleh para pemikir lainnya seperti Bachoven, Fromm dan Engels. Mereka menyebutkan sebenarnya yang terjadi sebaliknya, bahwa laki-lakilah yang iri terhadap perempuan karena bisa mengandung anak, dan hal itu tidak bisa dilakukan oleh laki-laki.

Pandangan ini sebenarnya sudah mengandung konflik tentang kehadiran perempuan dan laki-laki dalam kehiduapan, seperti apa yang ada pada diri perempuan dan laki-laki telah diperdebatkan dan melahirkan setereotip negatif yang lebih banyak terjadi pada perempuan saat ini.

Lantas apa fungsi dari kodrat keibuan itu? 

Bachoven menganggap di masa awal, perempuan lebih dahulu belajar menebarkan cinta dan kasih sayang terhadap makhluk lain ketimbang laki-laki, dan melampaui batas-batas ego, dan menggunakan kelebihan yang dimilikinya untuk melindungi dan memperbaiki eksistensi orang lain. 

Fromm (2007: 6) mengurai pemikiran Bachoven (1967) bahwa perempuan, pada tahap ini, merupakan khazanah dari setiap kebudayaan, dari sebuah kebaikan, dari seluruh pemujaan, dari segenap perhatian terhadap kehidupan dan rasa duka cita terhadap kematian.

Nasroen (1965) menganggap pada dasarnya sistem matriarki bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka satu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka, dan sawah ladang, (Nasroen, 1965).

Akan tetapi Fromm (2007: 80) menggambarkan bahwa cinta, perhatian, dan tanggung jawab terhadap sesama merupakan dunia seorang ibu. Kasih ibu adalah benih yang tumbuh dari setiap cinta dan altruisme. Hal inilah yang menjadi dasar ketika Fromm menulis buku tentang seni mencintai (the art of loving).

Baca Juga:

Lanjut Fromm, tapi lebih dari itu, kasih ibu adalah dasar bagi perkembangan humanisme universal. Ibu mencintai anak-anaknya karena mereka adalah anak-anaknya, bukan karena mereka memenuhi persyaratan atau pengharapan tertentu. 

Ibu mencintai anak-anaknya tanpa pilih kasih, maka anak-anaknya belajar untuk melakukan hal serupa pada ibunya. "Ide tentang keibuan menumbuhkan pengertian tentang persaudaraan di kalangan laki-laki, yang mati karena perkembangan paternitas" (Fromm, 2007: 80).

Selain itu Engels juga mengatakan bahwa sebelum terbentuknya sistem patriarki, sebenarnya kekuasaan pada suatu komunal dimiliki oleh kaum perempuan yang di dalamnya terdapat adanya suatu hubungan kekeluargaan, (Budiman, 1981: 22). 

Konsekuensi selanjutnya dari prinsip dasar budaya yang berpusat pada ibu adalah prinsip-prinsip tentang kemerdekaan, kesetaraan, kebahagiaan dan pengakuan kehidupan tanpa syarat, (Fromm, 2007:6).

Prinisp-Prinsip Kebapakan

Berbeda dengan prinsip-prinsip keibuan, prinsip-prinsip kebapakan bicara tentang hukum, aturan, kebenaran, hierarki. Ayah memiliki anak laki-laki kesayangannya, salah seorang yang paling mirip dengannya, yang paling pantas menjadi pewaris, pengganti kekayaan dan kedudukan duniawinya. Karena di antara anak anak laki-laki yang terpusat ke ayah, maka kesetaraan berubah menjadi hierarki, harmoni menjadi perselisihan, (Fromm, 2007:7).

Engels memandang bahwa sistem patriarki dimulai ketika manusia mulai mengenal kepemilikan pribadi, di mana sistem kepemilikan ini juga menandai lahirnya sistem kelas (Budiman, 1981: 21). Sebagaimana yang kita lihat pada saat ini lebih di dominasi oleh budaya patriarki di ruang publik.

Aspek Positif dan Negatif Patriarki Maupun Matriarki

Bagi Fromm (2007:7) yang dilakuakan oleh Bachoven merupakan prestasi yang sangat luar biasa. Karena telah menunjukkan sejarah perkembangan evolusi dari prinsip matriarkal ke patriarkal, serta mengakui sisi positif dan negatif dari keduanya. 

Fromm mengatakan bahwa sekalipun patriarkal merupakan bentuk tertinggi evolusi, tidak membuat aspek positif matriarkal terabaikan, serta tidak membuatnya jatuh karena keburukan patriarkisme. Lantas bagaimana memahami aspek negatif anatara matriarki dan patriarki?

Aspek positif dari matriarkisme berada dalam pengertian tentang kesetaraan, universalitas dan pengakuan kehidupan tanpa syarat. Aspek negatifnya berada dalam ikatan akan darah dan tanah, kurang dalam rasionalitas dan kemajuan. 

Aspek positif patriarkisme berada pada prinsip tentang kebenaran, hukum, ilmu pengetahuan, peradaban, perkembangan spiritual; aspek negatifnya berada dalam hierarki, penindasan, ketidaksetaraan, inhumanitas. 

Aspek positif matriarkisme dan patriarkisme terepresentasikan paling jelas dalam Antigone, karya Aeschylus. Antigone adalah simbol humanitas dan cinta. Croon, pemimpin yang totaliter, adalah simbol pemujaan dan kepatuhan (Fromm, 2007:7).

Tujuan Umat Manusia 

Mungkin dari pembahasan di atas kita akan berpikir bahwa akan tiba di mana seseorang membuat pilihan tentang tujuan sebagai umat manusia. Sebagian dari kita mungkin menghardik partriarki dan memilih matriarki, begitupun sebaliknya.

Untuk hal itu Fromm berpendapat bahwa tujuan umat manusia pastilah bukan jenis hierarki apapun, baik matriarkal maupun patriarkal. Kita harus masuk ke dalam situasi yang di dalamnya dua jenis kelamin saling berelasi tanpa usaha untuk saling mendominasi (Fromm, 2007: 147).

Bagi Fromm hanya dengan cara itu mereka dapat mengembangkan perbedaan-perbedaan di antara mereka yang sesungguhnya, polaritas mereka yang sesungguhnya. Bachofen menunjukan sisi positif dari seorang ayah dengan memperjalas bahwa perubahan dari ibu ke ayah bukanlah pengebirian ketakutan, tetapi karena kebutuhan seorang anak laki-laki terhadap bimbingan dan arahan, yang ada dalam prensip kebapakan dijelmakan dalam sosok ayah, (Fromm, 2007: 14).

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas yang menguraikan tentang evolusi kelurga manusia sebagaimana gagasan Johan Jacob Bachoven. Sebenarnya konflik relasi gender yang sudah berlangsung lama itu tidak menjadikan pilihan kehidupan kita di antara matriarki dan patriarki, lantas apa yang seharusnya?

Kehidupan manusia yang dari evolusi kelurga dari promiskuitas, matriachate, patriarchate sampai parental adalah bentuk menentang dominasi di antara salah satunya. Sehingga bagi Bachoven kehidupan manusia seharusnya dapat menjadi parental di mana setiap jenis kelamin berelasi tanpa saling mendominasi satu sama lainnya.

Manusia yang mempunyai keterbatasan berdasarkan dilema eksistensi dalam kehidupan, membuatnya harus berhubungan satu sama lainnya, cinta dan kasih sayang dari matriarki serta bimbingan atau rasionalitas patriarki yang tidak untuk saling mendominasi, melainkan saling melengkapi untuk kehidupan yang lebih baik.

Referensi

Fromm, E. 1994. Love, Sexuality, and Matriarchy: About Gender. In E. Fromm, Love, Sexuality, and Matriarchy: About Gender. Fromm Intl. 


Habiba, U., Ali, R., & Ashfaq, A. 2016 From Patriarchy to Neopatriarchy: Experiences of Women from Pakistan, International Journal of Humanities and Social Science. 6, (3), 212-221 


Koentjaranigrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi 1. Universitas Indonesia (UI-Press ; Jakarta


Fromm, Erich. 2007. Cinta Seksualitas dan Matriarki: Kajian Komprenhensif Tentang Gender. Cetakan I, Yogyakarta & Bandung.


Murniati. 2004. Getar Gender, Perempuan dalam Perspektif Agama  Budaya dan Keluarga. Magelang: Tera.


Radjab, Muhammad. 1969. Sistem Kekerabatan di Minangkabau. Padang: Center for Minagkabau Studies Press. Hal. 34.


Budiman, Arif. 1981. Pembagian Kerja Secara Seksual: Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta: Gramedia. 

Post a Comment

Post a Comment