EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

Mengenal Feminisme Liberal

Feminisme Liberal sebenarnya sudah dikenal pada abad 18 sebagaimana terilhat pada karya-karya Mary Wollstonecrat, ketika menulis "A Vindication of the Right of Women" (1759-1799). Sedangkan di abad 19 juga mendapat pengaruh dari John Stuart Mill dan Harriet Taylor Mills.

John Stuart Mill menulis buku yang berjudul Subjection of Women, sedangkan Harriet Taylor Mills dengan judul Enfranchisemen of Women. Kedua buku tersebut sangat berpengaruh pada abad 19. Tidak hanya itu, selanjutnya pada abad 20 tulisan Betty Friedan yang berjudul The Feminis Mistique dan The second Stage juga sangat berpengaruh bagi perekembangan feminisme liberal.

Mengenal Feminisme Liberal
Gambar. Mengenal Feminisme Liberal.

Dengan demikian perjalanan feminisme liberal memang sudah berjalan cukup jauh dalam menciptakan gerakan perempuan, untuk melawan dominasi patriarki atau ketidakadilan pada kaum perempuan. Sehingga pada pembahasan ini akan menguraikan lebih jauh tentang feminisme liberal baik dari abad 18, 19 dan sampai pada abad ke-20.

Akar Feminisme Liberal

Konsep liberal adalah dasar dari pemikiran feminisme ini, dengan mengeksplorasi suatu pemikiran bahwa semua manusia memilki nalar dan itu membuat baik perempuan maupun laki-laki juga mempunyai hak sama.

Pada awalnya kemunculan akan anggapan bahwa yang membedakan manusia dengan binatang adalah kualitas nalar manusia, oleh karena perempuan dan laki-laki merupakan manusia yang tentunya mempunyai kapasitas nalar. 

Kaum liberal walaupun mendefinisikan nalar secara umum dalam istilah moral dan prudensial, mereka setuju bahwa suatu masyarakat yang adil akan memungkinkan seorang individu untuk menunjukkan otonominya, dan juga untuk memuaskan dirinya.

Sehingga menuntut akan kesetaraan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Konsep liberal juga sangat memprioritaskan hak individu, seperti kebebasan dalam memilih apa yang baik untuk dirinya maupun tentang sesuatu yang dapat merugikan orang lain atau selama mereka tidak merampas hak orang lain. 

Prioritas seperti itu membela kebebasan beragama, tidak berdasarkan pada apa yang akan meningkatkan kesejahteraan bersama, atau dengan alasan bahwa kehidupan yang bertuhan adalah lebih berharga daripada kehidupan yang tak bertuhan, tetapi hanya karena alasan bahwa manusia mempunyai hak untuk melaksanakan spritualitas yang diingikannya.

Kondisi bahwa hak lebih merupakan prioritas daripada kebaikan, memperumit konstruksi masyarakat yang adil. Karena jika hal itu benar-seperti klaim kebanyakan kaum liberal-bahwa sumber daya adalah terbatas dan setiap individu, bahkan ketika dibatasi oleh altruisme, mempunyai kepentingan untuk mengamankan sebanyak mungkin sumber daya yang tersedia.

Kemudian akan menjadi tantangan untuk menciptakan lembaga politik, ekonomi, dan sosial yang akan memaksimalkan kebebasan individu tanpa merusak kesejahteraan masyarakat.

Awal pembahasan feminisme liberal ini terdapat beberapa pandangan tentang maslah intervensi negera dalam wilayah publik, sehingga melahirkan kelompok feminisme liberal klasik dan feminisme liberal egilitarian. 

Walaupun dalam masalah intervensi negara dalam wilayah pribadi (keluarga atau masyarakat domestik), kaum liberal menyetujui bahwa semakin kurang kita berhadapan dengan Big Brother' di kamar tidur, kamar mandi, dapur, ruang rekreasi, adalah semakin baik. 

Kita semua membutuhkan tempat yang memungkinkan kita melepaskan persona publik kita, dan menjadi diri kita yang "sesungguhnya". Namun hal ini berbeda pada pandangan intervensi negara pada wilayah publik, berikut ini perbedaan kedua pandangan tersebut:

  • Feminisme Liberal Klasik

Bagi kaum liberal klasik, negara yang ideal harus melindungi kebebasan sipil (misalnya, hak milik, hak memilih, kebebasan menyampaikan pendapat kebebasan untuk berbeda, kebebasan berserikat), dan telah melakukan campur tangan dengan pasar bebas, negara malah memberikan semua individu kesempatan yang setara, serta menentukan keuntungannya sendiri di dalam pasar tersebut.

  • Feminisme Liberal Egilitarian 

Kelompok feminisme liberal ini juga sering disebut feminisme yang berorientasi pada kesejahteraan. Bagi kaum liberal egilitarian atau feminisme yang berorientasi kepada kesejahteraan, sebaliknya, negara yang ideal lebih berfokus pada keadilan ekonomi kebebasan sipil. 

Menurut pandangan kelompok feminis ini, menganggap bahwa individu memasuki pasar dengan perbedaan yang berdasarkan pada posisi asal yang menguntungkan, seperti bakat yang dimilikinya bahkan demi keuntungan semata. 

Pada saat tertentu, perbedaan ini sedemikian besar, sehingga beberapa individu tidak dapat memperoleh bagiannya secara adil dari yang ditawarkan oleh pasar, kecuali jika dilakukan penyesuaian yang dibuat untuk mengkompensasi ketidakberuntungannya. 

Karena pandangan terhadap negara seperti itu, kaum liberal yang berorientasi kepada kesejahteraan menyerukan campur tangan pemerintah di bidang ekonomi, misalnya pemberian pelayanan hukum, pinjaman biaya pendidikan, kupon makanan, perumahan murah, bantuan kesehatan, jaminan sosial, dan bantuan untuk keluarga dengan anak-anak yang masih bergantung kepada orangtuanya, agar pasar tidak terus-menerus semakin mempertegas ketidaksetaraan yang besar.

Susan Wendell walaupun bukan seorang feminis liberal, namun menggambarkan  aliran feminis liberal sebagai pemikiran yang "berkomitmen kepada pengaturan ulang ekonomi secara besar-besaran, maupun redistribusi kemakmuran secara lebih signifikan.

Hal itu memungkinkan karena tujuan politik modern yang paling dekat dengan feminisme liberal salah satunya adalah kesetaraan kesempatan, dan tentu saja hal ini akan menuntut dan juga membawa kepada kedua komitmen tersebut."

Tong (1989) juga berkata bahwa tujuannya adalah untuk meyakinkan pembaca bahwa, apapun kelemahannya, tujuan umum dari feminisme liberal adalah untuk menciptakan “masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan berkembang.” Hanya di dalam masyarakat seperti itu, perempuan dan juga laki-laki dapat mengembangkan diri.

Baca Juga:

Feminis Liberal abad 18 (Kesetaraan Pendidikan)

Perjuangan feminisme liberal pada abad 18 adalah salah satunya tentang kesetaraan pendidikan perempuan dan laki-laki. Tulisan Mary Wollstonercraft menggambarkan menurunnya posisi sosial dan ekonomi perempuan di Eropa pada tahun 1759-1799. 

Hal ini berkaitan dengan kehadiran kapitalisme industri yang mulai menarik tenaga kerja perempuan ke dalam rumah atau privat, sedangkan laki-laki keluar rumah atau ruang kerja publik. Inilah yang dibicarakan Wollstonecraft tentang situasi pendidikan perempuan saat itu.

Dalam bukunya "A Vindication of the Right of Women" Wollstonecraft menggambarkan masyarakat Eropa yang sedang mengalami kemunduran dimana perempuan dikekang didalam rumah tidak diberikan kesempatan untuk masuk di pasar tenaga kerja dan melakukan pekerjaan rumah tangga. 

Hal itu berbeda dengan kaum laki-laki yang diberikan kebebasan untuk megembangkan diri seoptimal mungkin. Bagi Wollstonecraft bila perempuan diberikan kesempatan yang sama, sebenarnya juga bisa mengembangkan diri secara optimal, asalkan perempuan juga diberikan pendidikan yang sama dengan pria.

A Vindication of the Right of Women karya Mary Wollstonercraft mengajak kita melihat bagaimana kekayaan memberikan dampak negatif pada perempuan borjuis yang sudah menikah. Hal ini karena kaum perempuan yang telah menikah dengan laki-laki borjuis memperlakukan kaum perempuan seperti "peliharaan" yang dikekang di dalam sangkar.

Sehingga kaum perempuan tidak diindahkan untuk aktivitas di luar rumah seperti bekerja, melainkan kaum perempuan borjuis tinggal menikmati kekayaan kaum laki-laki borjuis dan pada akhirnya tidak menjadi ketergantungan pada kaum laki-laki borjuis. Hal ini juga yang menyebabkan kurangnya berpatisipasi dalam dunia pendidikan.

Wollstonecraft juga mengkritik Emille, novel karya Jean Jackques Rosseau yang-membedakan pendidikan laki-laki dan perempuan. Pendidikan laki-laki (Emile) lebih menekankan rasionalitas–mempelajari ilmu alamiah, ilmu sosial dan humaniora- karena nantinya akan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga sedangkan pendidikan untuk perempuan (Sophie) lebih menekankan pada emosional-mempelajari puisi, seni karena perempuan akan menjadi istri yang penuh pengertian, responsive, perhatian dan keibuan. 

Jalan keluar yang ditawarkan wollestonercraft adalah mendidik perempuan sama dengan mendidik laki-laki dengan mengajarkan kepada perempuan juga rasionalitas sehingga perempuan mampu menjadi “diri sendiri”  atau mampu membuat keputusan sendiri tidak menjadi “mainan laki-laki”.

Feminis Liberal abad 19 (Kesempatan Hak Sipil dan Ekonomi)

Pada pembahasan sebelumnya di abad ke 18 bahwa akses untuk mendapatkan pendidikan bagi perempuan dan laki-laki itu sangat berpengaruh bagi hak ekonomi dan sipil. Sehingga tuntutan feminisme liberal tidak hanya pada pendidikan yang setara, melainkan kesetaraan hak sipil dan ekonomi.

Untuk itu, perjuangan Feminisme liberal pada abad 19 adalah memperjuangkan tentang hak sipil dan ekonomi bagi perempuan dan laki-laki. Sebagaimana hal ini dapat dilihat dalam karya-karya J. S. Mill dan Harriet Tailor Mill. Baik itu J. S. Mill, Harriet Tailor Mill maupun Wollestonecraft sebenarnya terdapat kesamaan untuk menekankan penting daya nalar bagi kaum perempuan. 

Mereka beranggapan bahwa, agar kesetaraan perempuan dan laki-laki bisa saja terwujud tidak hanya dengan mendapatkan akses pendidikan yang setara, melainkan kebebasan perempuan ikut serta di bidang ekonomi maupun hak sipil seperti berorganisasi, kebebasan berpendapat dan hak atas pilihan pribadinya.

Feminisme Liberal abad 20

Betty Frieden merupakan tokoh yang sangat terkenal bagi feminisme pada abad ke 20, dengan karyanya yang berjudul "The Feminis Mistique". Dan seringkali dianggap paling radikal dari karya sebelumnya baik itu Wollestonecraft, JS Mills dan Harriet Tylor.

Frieden menggambarkan kehidupan perempuan kelas menengah yang menjadi ibu rumah tangga dengan suami yang kaya raya, sebenarnya hanya membuat kehidupan perempuan menjadi tidak bermakna atau membuat perempuan kehilangan dirinya sendiri.

Hal itu memungkinkan karena menurut Frieden kehidupan perempuan pada abad ke 20 itu hanya bisa melayani nafsu suami yang mapan, dan balasannya mereka bisa bersenang-senang dengan mempercantik diri, berbelanja dan sebagainya. 

Kehidupan seperti itu bagi Frieden perempuan seperti merestui diri  bukan sebagai manusia, melainkan hewan peliharaan saja. Ibarat burung merak kesana kemari hanya memamerkan sayapnya. Friden tidak menghardik bahwa ia membenci kehidupan rumah tangga untuk perempuan.

Frieden menganjurkan pada kaum perempuan untuk kembali ke sekolah dan berkontribusi dalam ekonomi keluarga dengan tetap berfungsi sebagai ibu rumah tangga dengan masih tetap mencintai suami dan anak. 

Karir dan kehidupan rumah tangga untuk perempuan bagi Frieden sebenarnya bisa berjalan seiring. Namun dua puluh tahun kemudian ia menyadari dalam bukunya The Second Stage bahwa menangani karier dan rumah tangga sangat sulit. 

Karena perempuan harus melayani dua majikan suaminya dan atasannya di kantor. Seperti suatu beban ganda bagi kehidupan perempuan. Kehadiran Frieden juga membentuk National Organization for Women (NOW) yang sekaligus ia menjabat sebagai presidennya. 

Kehadiran National Organization for Women (NOW) memberikan beberapa tuntutan yang banyak mempengaruhi gerekan femnisme liberal pada abad ke 20, seperti perjuangan dalam merevisi undang-undang yang mendiskriminasi kaum perempuan saat itu.

Baca Juga:

Arah Feminis Liberal

Feminis Liberal sangat menginginkan kehidupan perempuan yang bebas dari dominasi patriarki. Sebagaimana yang terlihat perempuan hanya dipenjarakan di ruang privat dan di dunia kerja atau publik pekerjaan seperti kasir, guru, perawat dan sejenisnya selalu diidentikan dengan perempuan, bahkan tidak diizinkan bekerja sebagaimana yang dilakuakan laki-laki.

Bagi feminisme liberal untuk menciptakan kebebasan perempuan baik di ruang privat maupun publik, yaitu harus merivisi undang-undang yang membuat spsesifikasi pekerjaan berdasarkan gender teresbut oleh negara.

Negara harus ikut bertanggung jawab atas jaminan yang tidak ada lagi diskriminasi pada perempuan. Baik itu seksual maupun penghasilan, serta negara harus menjamin kehidupan perempuan terbebas dari pelecehan seksual, pemerkosaan dan kekerasan. 

Feminis Liberal sangat penting dalam pergerakan kaum perempuan dan perjuangannya agar perempuan dibarat dapat meraih persamaan hak, terlindungi dari diskriminasi ditempat kerja dan perubahan hukum yang lebih menguntungkan perempuan.

Tujuan feminisme liberal menjadi jelas dengan mengarahkan setiap kaum perempuan untuk sadar dan merubah sikapnya yang memberikan pencerahan bahwa harus membentuk masyarakat baru, dimana perempuan dan laki-laki bekerja sama atas nama kesetaraan.

Arah feminisme liberal tersebut bisa tercapai yang pertama adalah dengan melakukan pendekatan psikologis dengan membangkitkan kesadaran individu yaitu melalui diskusi-diskusi yang membicarakan pengalaman-pengalaman perempuan yang dikuasai laki-laki. 

Sedangkan yang kedua adalah dengan  merevisi undang-undang atau hukum yang tidak menguntungkan perempuan dan mengubah hukum menjadi peraturan-peraturan baru yang memperlakukan perempuan setara dengan laki-laki.

Referensi


Tong, Rosemarie Putnam. 2017. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Jalasutra, Yogyakarta.

 

Post a Comment

Post a Comment