EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

Ciri-ciri Orang Tua Toxic Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental Anak

Peran orang tua dalam keluarga adalah hal yang sangat penting bagi perkembangan seorang anak. Bahkan setiap pola asuh yang dipraktikan juga dapat memberikan dampak bagi kesehatan mental bagi anak-anak mereka.

Apabila dalam pengasuhan anak orang tua tidak memberikan dampak yang baik bagi perkembangan dan kesehatan mental anak yang baik, maka orang tua tersebut bisa saja dikategorikan sebagai orang tua yang toxic atau beracun.

Ciri-Ciri Orang Tua Toxic Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental Anak
Gambar. Ciri-ciri orang tua toxic dan dampaknya terhadap kesehatan mental anak. Sumber. pixabay.com

Orang tua yang toxic adalah sebutan bagi mereka yang cenderung memberikan dampak buruk pada anak-anak. Kita bisa menyebutkan hal itu sebagai orang tua yang membangun hubungan yang tidak sehat dengan anak-anak mereka. Lantas bagaimana ciri-ciri dan dampak orang tua yang toksik pada kesehatan mental anak-anak?

Untuk itu pada pembahasan ini kita akan mencoba mengenal lebih jauh tentang ciri-ciri orang tua yang toksik dan mengenal secara singkat terkait dengan istilah kesehatan mental pada anak. Kemudian kita akan mencoba mengetahui dampak dari orang tua yang toxic pada kesehatan mental anak.

Ciri-Ciri Orang Tua Toxic

Pembahasan mengenai jenis-jenis pengasuhan yang beracun atau tidak sehat sudah diuraikan di atas, lantas bagaimana mengenal ciri-cirinya? Menurut Forward & Buck (2002: 5) mengatakan bahwa terdapat 6 ciri-ciri orang tua yang toksik, hal ini bisa dikenali dengan beberapa uraian kotegorinya sebagai berikut:

1. The Inadequate Parents

Ciri orang tua yang toxic adalah ketika mereka terlalu memfokuskan pada diri mereka sendiri dan bukanlah pada anak-anak. Selain itu ada sikap dalam meninggalka tanggung jawab seperti memenuhi kebutuhan anak, mendidik dan bahkan menuntut anak agar bisa mengurus orang tuannya.

2. The Controllers 

Ciri orang tua toksik yang berikutnya adalah kecenderungan sikap mengontrol berlebihan pada anak. Mereka juga sering menciptakan rasa bersalah dan anak tidak banyak berekspresi karena harus sesuai dengan keinginan atau kontrol orang tua.

3. The Alcoholic

Orang tua pecandu seperti minuman beralkohol cenderung hanya menyisakan waktu yang sdikit atau energi dalam melaksanakan kewajibannya sebagai orang tua. Sehingga ada anak merasa diabaikan dan mereka sulit mengontrol emosinya ketika sedang mabuk.

4. The Verbal Abusers

Ciri orang tua yang toksik berikutnya adalah cenderung melakukan kekerasan verbal. Orang tua verbal yang kasar ini mengacu pada mereka dengan kecenderungan menggunakan bahasa yang kasar, merendahkan, atau mengancam terhadap anak-anak mereka.

Mereka suka merendahkan anak dan mengganggu kepercayaan diri anak dengan perkataan yang tidak baik. Hal itu baik dilakukan dengan sarkas atau secara terang-terangan. Walaupun jenis orang tua toksik ini tidak memberikan luka fisik, namun hal itu berdampak pada perkembang dari psikologis anaknya.

5. The Physical Abusers

Ciri-ciri orang tua toksik berikutnya adalah cenderung melakukan kekerasan fisik pada anak. Mereka dikenal dengan orang tua yang bersikap kejam secara fisik: Ini mengacu pada orang tua yang menggunakan kekerasan fisik terhadap anak-anak mereka, termasuk pukulan, tendangan, atau penyalahgunaan fisik lainnya.

Padahal tindakan itu bisa sangat merugikan perkembangan anak, sebagaimana menurut Norman et al. (2012: 2) hal itu baik berupa penggunaan fisik secara sengaja yang sangat berdampak pada kesehatan, kelangsungan hidup, perkembangan serta martabat anak.

Baca Juga:

Tidak hanya itu beberapa penelitian yang juga telah memberikan gambaran tentang ciri-ciri orang tua yang toxic. Lantas apa saja hasilnya? Adapun hal ini akan diuraikan, yaitu sebagai berikut:

  •  Shelfira, et al., (2004) 

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shelfira et al., (2004) menjelaskan bahwa ciri-ciri orang tua yang toksik itu seperti tidak adanya kepeduliaan orang tua untuk menunjukannya pada anak, mereka juga cenderung membanding-bandingkan anak-anaknya dan seringkali membuat trauma.

  • Kusumawardhani (dalam Oktariani, 2021)

Menurut Sri Juwita Kusumawardhani yang merupakan seorang psikolog menjelaskan bahwa ciri-ciri orang tua yang toxic adalah adanya kecenderungan kebutuhan emosional anak yang diterlantarkan, mengkritik anak secara berlebihan, suka menyalahkan anak atas emosinya dan menganggap anak sebagai suatu pencapaian, (dalam Oktariani, 2021).

  •  Carelina dan Suherman (2020)

Penelitian yang di lakukan oleh Carelina dan Suherman (2020) ada ciri-ciri orang tua toxic yang dilihat berdasarkan kelompok remaja, yaitu terdiri dari 3 kelompok. Pertama, mereka memahami orang tua toksik itu seperti tidak ada kepedulian pada anak. Kedua, cenderung suka membandingkan anak. Ketiga, membuat trauma pada anak.

Mengenal Kesehatan Mental Anak

Peran orang tua dalam menjaga kesehatan mental anak adalah hal yang sangat penting bagi perkembangan mereka. Untuk itu alangkah bermanfaat apabila kita mengenal tentang apa saja yang dimaksud dengan kesehatan mental pada anak. Ada beberapa yang dapat kita ketahui secara umum, yaitu emosi, perilaku dan perkembangannya. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut:

1. Emosi

Emosi adalah salah satu cara dalam memahami tentang ksehatan mental anak, adapun menurut (Nolen, 2009) hal itu terkait dengan kemampuan menilai maupun sadar akan emosi yang dimiliki, kemudian membedakan setiap emosi, mengelola serta mengekspresikannya.

Apabila seorang anak mengalami emosi seperti mudah merasa sedih, murung dan kurang bahagia adalah suatu kemungkinan mereka mengalami permasalahan terhadap kesehatan mentalnya. Hal itu juga membuat mereka banyak memilki perasaan khawatir dan kecemasan yang membuat anak-anak tidak berani mengeksplorasi dirinya.

Terkadang mereka mengekspresikan emosi tersebut dengan memilih untuk menangis secara berlebihan atau mengalami tantrum. Untuk itu anak-anak harus diperkenalkan dan dibimbing agar dapat memahami atau mengekspresikan emosinya dengan cara yang sesuai.

2. Perilaku

Selain mengenal emosi anak-anak adalah memahami perilaku mereka. Karena hal ini sangat penting sebagai upaya pembentukan perilaku mereka, sebagaimana pada pendekatan behavioristik yang menilai bahwa gangguan perilaku ini juga kerena adanya pengalaman yang salah dalam belajar.

Maksud dari kesalahan dalam belajar ini dipahami dua arti seperti anak mempelajari secara benar suatu perilaku yang tidak baik, atau mempelajarinya dengan salah mencontohi perilaku yang baik. Kesalahan ini dapat dideteksi dari aktivitas anak yang dilakukan sehari-hari seperti tidur, makan maupun bermain. 

3. Perkembangan

Selain melihat emosi dan perilaku untuk memahami kesehatan mental pada anak adalah melihat juga perkembangannya. Menurut (Santrock, 2011) dalam memahami perkembangan anak itu terdiri dari faktor kognisi yang terkait dengan kecerdasan maupun kesulitan dalam belajar, dan atensi yaitu memfokuskan pada sumber daya mental.

Atensi juga terkait dengan proses kognitif yang meningkat dalam banyak tugas seperti anak-anak meraih mainan, memukul bola serta menari. Walupun anak-anak mempunyai atensi yang rentan terbatas, karena sesuai dengan kemampuan dan jumlah informasi yang mereka perhatikan

Di sisi lain atensi ini juga akan berkembang sesuai dengan usia dan aktivitas pada anak-anak. Hal yang menjadi indikasi pada kesehatan mental mereka seperti kesulitan dalam memusatkan perhatian pada tugas, kegelisahan, tidak bisa diam atau perhatiannya mudah teralihkan.

Dampak Orang Tua Toxic Terhadap Kesehatan Mental Anak

Apa dampak orang tua toksik pada anak? Indrawati et al. (2015) mengungkapkan bahwa dampak paling utama adalah kondisi psikologis yang disebabkan oleh trauma, dan hal itu bersifat jangka panjang bagi kehidupan anak-anak oleh orang tua yang toxic.

Hal itu bisa saja terjadi seperti anak akan merasa tidak berharga dan tidak dicintai atau terciptanya self destructive. Menurut (Saskara and Ulio, 2020: 125-134) dampak negatif dari orang tua toxic terhadap anak adalah kurangnya kepercayaan diri dan berpengaruh pada pertumbuhan atau perkembangan anak.

Dengan demikian orang tua toksik juga memberikan dampak pada anak yang suka menyalahkan diri sendiri. Di sisi lain menurut (Oktariani, 2021) ada 14 dampak negatif dari orang tua yang toxic terhadap kesehatan mental anak, yaitu sebagai berikut:

  • Tingginya perasaan cemas pada anak, ketakutan, selau merasa tidak aman pada lingkungannya sendiri.
  • Anak merasa selalu kesepian dan tidak ada yang mau memahami serta mengerti tentang dirinya.
  • Anak kesulitan dalam membangun prinsip dan nilai hidup serta tidak konsisten dalam melalukan sesuatu.
  • Anak menjadi agresif, adanya sikap menentang aturan sosial serta sering melawan figur yang dominan.
  • Anak menjadi tidak terbuka dan tidak mempunyai tentang konsep diri
  • Emosi yang sulit diekspresikan, respon emosi terkadang tidak sesuai dengan stimulus yang diberikan. 
  • Anak menjadi tidak memiliki tujuannya sendiri. Karena apa yang dilakukan harus sesuai dengan keinginan orang tua.
  • Anak cenderung sulit membangun kedekatan atau hubungan emosional dengan teman-temannya.
  • Kesulitan beradaptasi dengan lingkungan sosial. 
  • Empati dan kasih sayang sulit diberikan dengan tepat kepada orang lain. 
  • Anak menjadi patuh berlebihan atau memberontak.
  • Anak cenderung sulit percaya pada orang lain.
  • Ketika anak mengalami masalah, maka mereka selalu menyalahkan orang tua. 
  • Dampak buruknya lagi seperti gangguan kecemasan, gangguan fisik, dan depresi.

Cara Menghindari Menjadi Orang Tua Toxic

Cara untuk menghindari menjadi orang tua yang toxic sebenarnya adalah memahami tentang fungsi keluarga. Kebanyakan orang membangun hubungan dalam ruang lingkup ini tidak memiliki pengetahuan tentang apa sebenarnya fungsi keluarga tersebut. 

Sehingga sangat penting memahami fungsi keluarga sebagai cara dalam menghindari menjadi orang tua yang toxic. Adapun terdapat beberapa fungsi keluarga yang diberikan para ahli, Yusuf (2004) juga mengemukakan fungsi keluarga dilihat dari sudut pandang sosiologis yaitu biologis, ekonomi, pendidikan dan sosialisasi.

Di sisi lain fungsi keluarga menurut (Geldard & Geldard, 2011) yaitu sebagai sistem sosial dan pemenuhan kebutuhan, lingkungan pengasuhan, fungsi sosial. Adapun kedua penjelasan dari fungsi-fungsi keluarga ini akan diuraikan, yaitu sebagai berikut: 

1. Fungsi Biologis

Fungsi keluarga selain dilihat sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan maupun kemudahan kepada anggota keluarganya, yang pertama adalah menjalankan fungsi dalam memenuhi biologis mereka. Misalnya, pemenuhan perkembangan fisik, makan dan minum atau kebutuhan gizi.

2. Fungsi Ekonomi 

Arti dari fungsi ekonomi dalam keluarga yaitu adanya kewajiban seperti menafkahi anggota keluarganya sesuai dengan kesanggupannya, menjaga kemandirian dan ketahanan finansial di masa mendatang.

3. Fungsi Pendidikan (Edukatif) 

Fungsi pendidikan dalam keluarga adalah adanya pemebrian kesempatan khususnya pada anak untuk mendapatkan keterampilan, dapat bersekolah atau mendidik anak demi perkembangan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.

4. Fungsi Sosialisasi 

Fungsi sosialisasi dalam keluarga adalah bagian dari pembinaan orang tua untuk memberikan kesempatan dan menanamkan nilai-nilai, norma kepada anggota keluarga dalam hal ini adalah anak agar dapat membangun hubungan sosial yang baik di lingkungan sekitar.

5. Fungsi Perlindungan

Memberikan perlindungan terhadap anggota keluarga adalah bagian dari fungsi-fungsi keluarga itu sendiri. Artinya harus ada sikap tanggung jawab dalam memberikan rasa aman dan menjauhkan dari segala macam ancaman atau bahaya pada anggota keluarganya. 

6. Fungsi Pengasuhan dan Reproduksi

Dalam keluarga fungsi pengasuhan harus diberikan selain dari rasa aman, pangan, dan keselamatan adalah kehadiran akan fungsi cinta kasih kepada anggota keluarganya. Selain itu maksud dari reproduksi yang biasa dipahami tidak hanya seperti melahirkan dan sebagainya, akan tetapi memastikan keberlanjutan akan kehidupan manusia.

7. Fungsi Sosial

Fungsi sosial dalam keluarga adalah adanya kemampuan atau pemberian kesempatan kepada anggota keluarga, khususnya anak-anak agar mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar atau individu lainnya. Di sisi lain mengajarkan anak agar mampu berkontribusi secara terhadap kehidupan bermasyarakat.

Referensi

Forward, S., & Buck, C. 2002. Toxic parents: Overcoming their hurtful legacy and reclaiming your life (T. Burbank (ed.); Reprint ed). Bantam. 


Geldard, K., And David Geldard. 2011. Konseling Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Indrawati, E. S., Hyoscyamina, D. E., Qonitatin, N., & Abidin, Z. 2014. Profil keluarga disfungsional pada penyandang masalah sosial di Kota Semarang. Jurnal Psikologi Undip, 13(2), 120-132. 


Oktariani. 2021. “Dampak Toxic Parents Dalam Kesehatan Mental Anak Impact of Toxic Parents on Children ’ s Mental Health,” Jurnal Penelitian Pendidikan, Psikologi Dan Kesehatan Vol. 2. No. 3. 215–222.


Santrock, J.W. 2011. Child Development 13th Edition. New York: McGraw Hill.


Shelfira, Carelina and Maman Suherman. 2004. Makna Toxic Parents Di Kalangan Remaja Kabaret SMAN 10 Bandung: 381–384.


Tridhonato, Al. 2014. Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. IKAPI, Jakarta.


Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak Dan RemajaBandung: Remaja Rosdakarya.

Post a Comment

Post a Comment