EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

Mengenal Jenis-Jenis Stres Yang Positif Dan Negatif: Berikut Ini Pengertian Stres Menurut Para Ahli, Penyebab Dan Dampaknya Serta Cara Mengatsi Stres

Stres adalah hal yang mungkin dialami oleh setiap orang dalam kehidupannya, dan seringkali baik diri kita sendiri maupun orang lain pasti pernah mengatakan atau mendengar kata stres tersebut.

Akan tetapi ungkapan tentang stres ini sebenarnya belum banyak yang memahami pengertian sebenarnya, karena sebagian dari kita menganggap stres merupakan hal yang buruk ketika mengalaminya. Padahal dampak stres sebenarnya belum tentu negatif atau buruk pada seseorang. 

Mengenal Pengertian Stres Menurut Para Ahli, Jenis-Jenis Stres Dan Dampaknya
Ilustrasi. Mengenal jenis-jenis stres yang positif dan negatif. Sumber. unsplash.com

Untuk itu dalam pembahasan kali ini kita akan mencoba mengenal stres berdasarkan pengertiannya menurut para ahli terlebih dahulu, jenis-jenis stres yang penting untuk diketahui, penyebab seseorang mengalaminya, dampak-dampak, serta cara mengatasinya.

Pengertian Stres Menurut Para Ahli

Apa itu stres? Bagaimana para ahli mendefinisikannya? Menjawab pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting, karena bisa dijadikan sebagai langkah awal kita memahami tentang stres. Maka beberapa pendapat para ahli mengenai stres akan diuraikan sebagai berikut:

  • Lazarus dan Folkman (1984) 

Stress diartikan sebagai suatu hubungan yang dikatakan eksklusif antara individu dengan lingkungan di sekitarnya, yang jauh melampaui sumber daya coping atau kemampuan mengatasi sehingga mengancam kesehatannya.

  • Shalev, et al., (2000)

Stress adalah suatu respon psikofisiologis yang sebenarnya normal terhadap peristiwa sehingga menimbulkan berbagai perasaan seperti terancam, sedih disforia, dan ketidakseimbangan mereka yang mengalaminya.

  • Sarafino (2002)

Stress dianggap sebagai bentuk interaksi individu dengan lingkungan hidupnya dan hal itu menyebabkan suatu ketidakharmonisan pada setiap tuntutan sumber daya biopsikososial maupun situasional.

  • Falsetti, et al., (2005) 

Stress adalah suatu pengalaman emosional yang tidak menyenangkan ketika seseorang mengalaminya, kemudian hal itu disertai dengan perubahan pada fisiologis dan bahkan perubahan perilaku.

  • Behnoudi (2005) 

Stress diartikan sebagai situasi atau kondisi seseorang dipaksa untuk bertindak dan harus menerima setiap ketegangan-ketegangan pada mental. Di sisi lain dapat dikatakan sebagai individu yang harus menyesuaikan diri kembali terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan hidupnya.

  • Kumari, et al., (2009) 

Stress artinya dikaitkan dengan respon tubuh ketika ingin memenuhi kebutuhan atau permintaan, yang kemudian hal itu dapat disebabkan oleh pengalaman berupa baik maupun buruk.

  • Silverman, et al., (2010) 

Stress adalah suatu reaksi tubuh yang menghadapi beragam perubahan sehingga membutuhkan respon atau aturan tertentu, dan membutuhkan penyesuaian baik itu fisik, psikologis maupun emosional. Hal ini bisa saja berasal dari suatu kondisi, situasi, pemikiran yang menyebabkan frustasi, kemarahan serta depresi.

Beberapa pendapat para ahli tentang stres yang sudah diungkapkan di atas diharapkan dapat membantu kita untuk mengerti apa itu stres? Sehingga kita tidak lagi membicarakan stres hanya berdasarkan orang yang kita dengar dengan sekilas dan tanpa dasarnya.

Minaimal kita dapat melihatnya dari disiplin psikologi, seperti yang diungkapkan oleh (Asiyah, 2010) bahwa hal itu dilihat sebagai kondisi atas kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan adekuat, dan kemudian adanya ketidakseimbangan.

Apa Penyebab Stres?

Kahn et al., (1964) stres didefinisikan sebagai hasil dari suatu stressor, yaitu ambiguitas peran dan konflik peran. Semakin tinggi angkanya, semakin besar stresnya. Jadi stressor adalah sesuatu yang menyebabkan stress.

Di sisi lain, stres terjadi ketika stresor dianggap dan dirasakan sebagai ancaman, menyebabkan kecemasan, yang merupakan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis (Rasmun, 2004). Jadi, apa saja jenis stresor yang berbeda? Menurut Lahey (2007), ada beberapa penyebab utama yang dapat menyebabkan hal tersebut, yang akan diuraikan sebagai berikut:

  • Kekecewaan atau frustasi terjadi ketika tujuan atau motivasi seseorang tidak tercapai atau tidak terpenuhi. 
  • Stres adalah ketegangan yang timbul akibat adanya ancaman peristiwa negatif. Hal ini sering dialami oleh para pelajar dan juga para pekerja, dimana mereka dituntut untuk selalu berprestasi baik dalam ujian maupun pekerjaan dan jika tidak berprestasi maka dianggap gagal.
  • Life events atau peristiwa kehidupan, baik negatif maupun positif, seperti kejahatan, perkosaan, kekerasan, bencana alam, terorisme, dan perkelahian.
  • Kondisi lingkungan yaitu kondisi lingkungan seperti suhu lingkungan, kebisingan, polusi udara dan kelembaban yang dapat menyebabkan seseorang merasa stres.
  • Konflik, khususnya situasi di mana seseorang tidak dapat mencapai suatu tujuan karena campur tangan orang lain.

Jenis-Jenis Stres

Lantas apa saja jenis-jenis stres yang penting untuk kita ketahui? Menurut Lumongga yang diuraikan oleh (Sukoco, 2014) menjelaskan bahwa ada stres dibagi menjadi dua jenis yang terdiri dari distress dan eustressYang pertama adalah jenis stress negatif dikenal dengan sifatnya mengganggu seseorang ketika mereka mengalaminya.

Kemudian pada penejasan yang kedua adalah jenis stres yang membangun atau dikenal dengan sifatnya positif. Di sisi lain Selye (dalam Munandar, 2001) juga membedakan stres menjadi beberapa bagian dari distress maupun eustress, adapun jenis-jenisnya dapat diuraikan yaitu sebagai berikut:

1. Distress (Stres Negatif)

Distress yaitu jenis stres yang negatif atau berifat merusak dan tidak sehat, hal ini juga disebut sebagai konsekuensi seseorang maupun penyakit kardiovaskular serta ketidakhadiran yang dikatakan tinggi, kemudian diasosiasikan seperti keadaan individu yang sakit, kematian atau penurunan. Jenis stres ini disebabkan oleh pengalam tidak menyenangkan seperti pertangkaran, kematian orang yang dicintai dan sebagainya.

2. Eustress (Stres Positif)

Eustress adalah jenis stres yang dikenal dengan sifat postifnya, karena dianggap dapat mempengaruhi tubuh dan pikiran untuk menerima banyak hal seperti tantangan, dan terkadang hal ini bisa saja tanpa disadari. Namun jenis ini terkadang dianggap dapat mengembangkan diri seseorang, karena dapat membantu dalam memberikan kekuatan serta membuat keputusan. 

Selain itu terdapat beberapa pembagian jenis stres menurut para ahli yang lain, sebagaimana menurut Donsu (2017) yang mengungkapkan bahwa secara umum stres dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:

  • Stres akut, dikenal juga dengan istilah flight or flight response. Jenis ini dianggap sebagai bentuk respon tubuh pada ancaman tertentu, tantangan maupun ketakutan. Dalam keadaan tertentu dapat menimbulkan gemetaran, karena adanya respos stres akut yang intens.
  • Stres kronis, yaitu jenis stres yang lebih sulit dipisahkan atau diatasi, dan efeknya lebih panjang dan lebih.

Dampak Stres Dan Reaksinya

Sebenarnya stres tidak selalu memberikan dampak negatif karena beberapa kajian menyebutkan hal itu juga bisa memberikan dampak positif pada individu. Dengan demikian stres dipandang sebagai ibarat dua sisi pada mata uang logam, yang memiliki sisi positif dan negatif atau baik maupun buruk pada manusia.

Hal ini terlihat sebagaimana pada pembahasan jenis-jenis stres seperti eustress dan diststressGadzella, et al., (2012) menyebutkan bahwa stres yang memberikan dampak positif dikenal dengan istilah eustress, sedangkan stres yang memberikan dampak negatif dikenal dengan istilah distress. 

1. Dampak Positif Stres

Pertama-tama kita akan mengenal terlabih dahulu bahawa maksud dari dampak stres yang positif, yaitu eustress. Beberapa pandangan mengenai dampak dari jenis stres ini juga akan diuraikan berdasarkan para ahli, yaitu sebagai berikut:

  • Menurut (Greenberg, 2006) 

Menyebutkan bahwa ketika eustress atau yang dikenal dengan jenis stres positif apabila itu dialami oleh individu, maka hal itu membuat kinerja dan kesehatan mereka meningkat. Kemduian sebaliknya, apabila yang dialami adalah jenis stres yang negatif makan akan semakin memperburuknya.

  • Rafidah, et al., (2009) 

Menjelaskan bahwa pengalam seseorang ketika mengalami stres dapat membuat atau mempengaruhi aktivitas dalam belajar serta memori seseorang yang mengalaminya.

  • Schwabe dan Wolf (2012) 

Mereka berpendapat bahwa pengalaman seseorang ketika mengalami stres bisa memicu berfungsinya pada sistem memori yang ada pada otak manusia.

Berdasakan pendapat para ahli di atas sebenarnya telah memberikan sedikit gambaran bahwa ketika seseorang mengalami eustress (stres yang positif), maka dapat meningkatkan kinerja seseorang dalam dunia kerja, dan mempengaruhi aktivitas atau daya ingat pada mereka yang mengalaminya.

2. Dampak Negatif Stres

Lantas bagaimana dengan dampak negatif (distress) atau buruk pada sesorang yang mengalaminya? Hal itu bisa saja dirasakan seseorang ketika stres tersebut melebihi kemampuan orang yang mengalaminya.

Bagaimana dengan efek negatif (kesusahan) atau buruk bagi orang yang mengalaminya? Hal ini dapat dirasakan oleh seseorang ketika stres tersebut berada di luar kemampuan orang tersebut.

Efek negatif ini dapat dilihat pada sejumlah penelitian seperti yang dilakukan oleh Stallman (2010), yang melibatkan 6.479 siswa sekolah di Australia, menunjukkan bahwa penderitaan terkait dengan disabilitas dan menurunkan prestasi siswa.

Kajian stres yang dikemukakan di atas merupakan contoh dampak negatif stres yang dialami dalam dunia pendidikan. Adapun contoh dalam dunia kerja diungkapkan oleh (Jovanovic, et al., 2006) yang mengklasifikasikan gejala atau tanda yang di alami karyawan apabila mereka mengalami stres, yaitu sebagai berikut:

  • Gejala Stres Berkaitan Dengan Fisik

Adapun dampak ketika mengalami stres yang berkaitan dengan fisik yaitu seperti: sakit kepala, masalah pencernaan, kurang tidur, gatal-gatal, nyeri ulu hati, keringat malam, keinginan seksual yang berkurang, ketidak-teraturan menstruasi, nyeri punggung kronis, otot tegang, kehilangan nafsu makan, berat badan.

  • Gejala Stres yang Berkaitan seperti Emosional atau Mental

Adapun yang kedua adalah dapat dikenali yaitu seperti: peningkatan kemarahan, frustrasi, depresi, kemurungan, kecemasan, masalah dengan memori, kelelahan, dan peningkatan penggunaan nikotin, alkohol dan obat-obatan.

  • Gejala Stres Berkaitan dengan Kerja

Dampak stres yang berkaitan dengan kerja yaitu seperti: peningkatan absensi, kecelakaan pada pekerjaan, keluhan dari rekan kerja, penurunan kerja produktivitas, kesulitan dalam memahami peraturan kantor, absensi dari pekerjaan, mengambil waktu rehat terlalu lama, waktu pribadi yang berlebihan pada telepon atau internet.

Selain dampak stres yang dilihat dari gejala sebagaimana diuraikan di atas, dampak negatif lainnya dari stres dapat dilihat dari rekasinya. Menurut (Atkinson et al., 1993), terdapat beberapa macam reaksi seseorang secara psikologis dalam menghadapi sebuah stressor, yaitu sebagai berikut:

  • Anxiety (Kecemasan)

Merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan munculnya khawatir, ketegangan/ tertekan, ketakutan yang akan terjadi. Tanda-tanda ini bisa dirasakan berbeda oleh setiap orang.

  • Kemarahan dan Agresi

Respon psikologis berupa kemarahan yang disertai perilaku agresif ketika individu merasa frustasi. Biasanya perilaku agresif ini menyerang orang yang tidak bersalah dan benda-benda di sekitarnya menjadi jalan keluarnya.

  • Apatis dan depresi

Respons psikologis berupa penarikan diri dan perasaan tidak berdaya menghadapi peristiwa yang tidak dapat dikendalikan. Jika individu tidak dapat mengatasi stres, maka dapat memperburuk kondisi individu tersebut hingga mencapai titik depresi. 

Baca Juga:

Cara Mengatasi Stres 

Wallace (2007) dalam Stress Management: What Consumer Want to Know from Health Educators menyebutkan beberapa cara untuk mengatasi stres. Kami juga berharap hal ini dapat memberikan pemahaman kepada kita tentang manajemen stres, sebagai berikut:

1. Restrukturisasi Kognitif

Restrukturisasi kognitif adalah upaya atau cara mengelola stres dengan mengubah cara berpikir yang cenderung negatif ke arah yang lebih positif. Kemudian cara ini juga bisa dilakukan dengan rutinitas atau latihan.

2. Membuat Jurnal 

Menulis jurnal adalah cara mengelola stres dengan menuliskan perasaan dan pikiran Anda dalam buku harian atau gambar. Buku harian dapat ditulis secara periodik tiga kali seminggu, berdurasi 20 menit dalam situasi yang memungkinkan penyaluran optimal (suasana tenang, tidak terganggu aktivitas lain).

Setelah menggambar dan membuat jurnal, individu dapat melihat kembali apa yang telah mereka lakukan dan belajar memprediksi dengan strategi yang tepat. Gambar bisa menjadi ekspresi perasaan pribadi yang tidak bisa diungkapkan dengan tulisan dan setelah menggambar Anda bisa merasakan perasaan lega. Psikolog juga dapat membantu individu menemukan solusi yang tepat melalui buku harian dan gambar ini.

3. Manajemen Waktu

Manajemen waktu adalah upaya mengatasi stres dengan manajemen waktu yang efektif untuk mengurangi stres akibat tekanan waktu. Ini adalah saat ketika individu mempraktikkan teknik relaksasi dan berbagi secara efektif dengan psikolog untuk membentuk kepribadian yang kuat.

4. Teknik Relaksasi

Teknik Relaksasi adalah upaya mengatasi stress dengan cara mengembalikan tubuh ke homeostatis, yaitu keadaan tenang sebelum stressor hadir. Ada beberapa teknik relaksasi, termasuk yoga, meditasi, dan pernapasan diafragma. 

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas yang menguraikan tentang stres diharapkan dapat memberikan kita sedikit gambaran, bahwa stres artinya suatu ketidakseimbagan pada kondisi pemenuhan kebutuhan, pengalaman emosional karena adanya tekanan atau sesuatu yang tidak menyenangkan baik itu dari individu lain maupun lingkungan.

Di sisi lain stres tidak selalu memberikan kita dampak yang negatif, melainkan juga dapat memberikan kita dampak positif. Hal ini sebagaimana yang telah diurikan di atas tentang jenis stres, distress yaitu stres negatif dan eustress yang merupakan jenis stres positif.

Referensi

Asiyah, Siti Nur. 2010. Belajar Psikologi Faal. Surabaya: Iain Press.


Atkinson, Rita, L; et al. 1993. Introduction to Psychology, 11th.ed. terjemahan Pengantar Psikologi, Edisi Kesebelas, jilid 2. Dr. Widjaja Kusuma. Jakarta: Interaksana.


Behnoudi Z. 2005. Health and occupational stress. Tehran, Iran: Boshra-Tohfeh Publications; Persian. 


Donsu, Jenita Dt. 2017. Psikologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.


Falsetti SA, Monier J, Resnick J. Chapter 2: Intrusive Thoughts in Posttraumatic Stress Disorder. In Clark, DA. Editor. Intrusive Thoughts in Clinical Disorders. Theory, Research, and Treatment. New York, NY, USA: The Guilford Press; 2005. p. 40–1. 


Greenberg, J. S. 2006. Comprehensive stress management 10th edition. New York, USA: McGraw-Hill Compenies, Inc. 


Gadzella, B. M., Baloglu, M., Masten, W. G., & Wang, Q. 2012. Evaluation of the student life-stress inventory-revised. Journal of Instructional Psychology, 39(2), 82-91.


Munandar. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Ui.


Jarinto, K. 2010. Eustress: A key to improving job satisfaction and health among thai managers comparing us, japanese, and thai companies using SEM analysis. NIDA Development Jour- nal, 50(2), 100-129. 


Jovanovic, J., Lazaridis, K., & Stefanovic, V. 2006. Theoretical approaches to problem of occupational stress. Acta Facultatis Medicae Naissensis, 23(3), 163- 169. 


Kahn, R. L., Wolfe, D. M., Quinn, R. P., Snoek, J. D., & Rosenthal, R. A. 1964. Organizational stress: Studies in role conflict and ambiguity. New York: Wiley.


Kumari M, Badrick E, Chandola T, Adam EK, Stafford M, Marmot, MG, et al. Cortisol secretion and fatigue: associations in a community based cohort. Psychoneuroendocrinology. 2009; 34: 1476-85. 


Lahey BB, Hartung CM, Loney J, Pelham WE, Chronis AM, Lee SS. 2007. Are there sex differences in the predictive validity of DSM-IV ADHD among younger children? . Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology 36:113–126


Lazarus, RS. Folkman, S. 1984. Coping and adaptation. In, Gentry, WD, Editors. Handbook of Behavioral medicine. New York, NY, USA: Guilford.


Palmer, L. (2013). The relationship between stress, fatigue, and cognitive function- ing. College Student Journal, 47(2), 312- 325.


Rafidah, K., Azizah, A., Norzaidi, M. D., Chong, S. C., Salwani, M. I., & Noraini, I. (2009). Stress and academic performance: Empirical evidence from university students. Academy of Educational Leadership Journal, 13(1), 37-51.


Rasmun. 2004. Stress Koping dan Adaptasi. Jakarta: CV.Sagung Seto.


Sarafino EP. 2002. Health psychology: biopsychosocial interactions (4th Ed.). New York, NY, USA: John Wiley & Sons, Inc.


Shalev AY, Yehuda R, McFarlane AC. 2000. International handbook of human response to trauma. New York, NY, USA: Kluwer Academic/Plenum Press.


Silverman MN, Heim CM, Nater UM, Marques AH, Sternberg EM. Neuroendocrine and immune contributors to fatigue. PM & R. 2010; 2: 338-346. 


Schwabe, L., & Wolf, O. T. (2012). Stress modulates the engagement of multiple memory systems in classification learning. The Journal of Neuroscience, 32(32), 11042-11049. doi: 10.1523/ jneurosci.1484-12.2012.  


Stallman, H. M. (2010). Psychological distress in university students: A comparison with general population data. Australian Psychologist, 45(4), 249- 257. doi: 10.1080/00050067.2010.482109. 


Sukoco, A. S. (2014). Hubungan Sense Of Humor Dengan Stres Pada Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya , 1-10.


Wallace, EV. 2007. Managing Stress : What Consumers Want To Know From Health Educators. American Journal of Health Studies; 2007; 22, 1; Academic Research Library, pg. 56.

Post a Comment

Post a Comment