EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

Mengenal Apa Itu Gratitude? Sebagai Metode Self-Healing Dengan Cara Bersyukur Dan Penerimaan Diri

Sudahkah kita bersyukur hari ini? Pertanyaan ini mungkin bagi sebagian orang merasa kurang cocok dengannya, karena rasa syukur hanya dianggap cocok pada mereka yang mengalami pengalaman yang menyenangkan atau pada saat seseorang merasa sukses.

Jika sebagian dari kita menganggap rasa syukur seperti yang disebutkan di atas, tentunya hal itu menandakan bahwa kita belum memahami konsep syukur yang sebenarnya.

Gratitude: Sebagai metode self-healing dengan bersyukur dan penerimaan diri
Gambar. Gratitude: Sebagai metode self-healing dengan bersyukur dan penerimaan diri. Sumber. pixabay.com

Untuk itu dalam pembahasan kali ini kita akan mencoba memahami bagaimana mengenal konsep syukur yang sebenarnya, dan hal itu akan dilihat dari perspektif psikologi yang disebut dengan gratitude.

Pengertian Gratitude dan Makna Bersyukur dalam Psikologi Positif

Apa itu gratitude? Sebenarnya istilah ini bagi para ahli artinya banyak memiliki persamaan dengan konsep syukur yang menjadi salah satu bagian pembahasan dalam kajian psikologi positif. 

Menurut Hambali et al., (2015) rasa syukur merupakan persamaan dari gratitude dalam istilah psikologi dan merupakan kegiatan yang diawali dengan niat baik serta sikap positif dengan tindakan baik dan bermoral secara langsung.

Definisi lain dari grartitude artinya suatu upaya yang dilakukan individu untuk dapat memanfaatkan apa yang dimiliki selama proses kehidupan untuk dijadikan hal-hal yang positif (Haryanto & Kertamuda, 2016).  

Pengertian tersebut mempunyai persamaan dengan konsep syukur, sebagaimana menurut (Toussaint & Friedman, 2009) bersyukur adalah sebuah penerimaan dan pengampunan pada masa lalu serta memiliki pandangan positif terhadap masa depan.

Di sisi lain (McCullough, dalam Arif :2016) mengungkapkan bahwa arti bersyukur adalah perasaan yang menyenangkan berupa rasa terima kasih ketika seseorang menerima bantuan dan kebaikan dari orang lain, walaupun hal tersebut terjadi bukan karena perilaku orang tersebut. 

Definisi lain diungkapkan oleh Emmons (2007), bersyukur digambarkan sebagai emosi, suasana hati, kebajikan moral, kebiasaan, motif, sifat kepribadian, respon coping bahkan sebuah cara hidup. 

Demikian gratitude yang merupakan konsep syukur dalam pembahasan psikologi positif adalah suatu bentuk sikap atau niat baik seseorang seperti pandangan positif, rasa berterima kasih dan bentuk penerimaan diri terhadap kehidupan. 

Dengan kata lain bersyukur juga bentuk penerimaan diri, sebagaimana menurut (Chaplin, 2005) mengungkapkan bahwa penerimaan diri adalah sikap dasar untuk merasa puas dengan diri sendiri atas kualitas, bakat, pengetahuan serta keterbatasan yang dimiliki.

Selanjutnya penerimaan diri ini lebih merujuk pada sikap menerima diri sendiri sedangkan bersyukur mencakup lingkup yang lebih luas tidak hanya diri sendiri tetapi atas orang lain, suatu benda ataupun suatu kejadian. 

Apabila individu yang tidak menerima diri sendiri akan terlihat padanya sikap mengkritik diri sendiri, sebagai bagian dari kehilangan penerimaan diri dan rasa syukur. 

Sehingga gratitude yang merupakan konsep syukur yaitu tidak hanya menerima apa yang dimiliki, melainkan bentuk penerimaan terhadap keterbatasan diri seseorang. Hal ini menjadikan sikap positif seseorang tidak hanya pada pengalaman yang menyenangkan, melainkan peristiwa yang menyakitkan seperti korban bencana.

Hal itu diungkapkan dalam penelitian Coffman (dalam Snyder et al., 2011) bahwa korban bencana alam dapat merasa bersyukur dengan apa yang dialami. Bersyukur tidak hanya terjadi karena peristiwa menyenangkan tetapi juga dari peristiwa yang menyakitkan. Dengan demikian konsep syukur mempunyai aspek yang sangat luas. 

Aspek-Aspek Gratitude atau Bersyukur

Pada pembahasan sebelumnya kita telah memahami bahwa gratitude yang merupakan konsep syukur dalam psikologi positif, tidak hanya mengartikan sikap positif tersebut hanya pada peristiwa yang menyenangkan. Melainkan terdapat beberapa aspek yang luas dalam konsep syukur.

Watskin (dalam, Toussaint & Friedman, 2009) aspek-aspek gratitude atau konsep syukur terdiri dari merasa hidup yang berkelimpahan, mengapresiasi kontribusi orang lain dalam kesejahteraan hidup, mengapresiasi kebahagiaan sekecil apapun dalam hidup, dan mengenali pentingnya pengalaman dan pengungkapan rasa syukur. 

Mahardhika (2019) menguraikan aspek-aspek tersebut dalam penelitiannya pada remaja tingkat akhir, yang akan dijadikan contoh dalam konsep syukur. Beberapa aspek akan diuraikan sebagaimana contoh gratitude pada remaja akhir, yaitu sebagai berikut:

1. Merasa Hidup yang Berkelimpahan

Aspek pertama yaitu merasa hidup yang berkelimpahan. Remaja akhir dikatakan bersyukur jika merasa memiliki hidup yang berkelimpahan, walaupun sebenarnya remaja akhir tersebut tidak memiliki materi yang berkecukupan. 

Remaja akhir yang bersyukur tidak akan merasa dirugikan dalam kehidupannya. Oleh karena itu walaupun ada orang yang menyakitinya atau situasi yang menyakitkan baginya, remaja akhir tidak akan merasa dendam dan berniat membalaskan dendamnya. 

Dengan demikian remaja akhir akan lebih mudah memaafkan karena remaja akhir tidak pernah merasa dirugikan oleh orang lain maupun situasi tertentu dan hidupnya dipenuhi oleh berkat yang berlimpah. 

2. Mengapresiasi Kontribusi Orang Lain dalam Kesejahteraan Hidup

Aspek kedua dalam bersyukur adalah mengapresiasi kontribusi orang lain dalam kesejahteraan hidup. Remaja akhir yang bersyukur akan berusaha untuk menghargai peran orang lain dalam kehidupan. Remaja akhir yang merasa bersyukur juga akan menyadari pentingnya peran orang lain dan manfaat yang orang lain berikan pada kehidupan. 

Dengan menyadari pentingnya peran dan manfaat yang diberikan orang lain, maka remaja akhir akan melihat sisi positif di balik sisi negatif dari orang yang telah menyakitinya. Dengan adanya sikap ini remaja akhir akan lebih mudah memaafkan karena menyadari peran orang lain dalam kehidupan, terutama memaafkan orang lain. 

3. Mengapresiasi Kebahagiaan Sekecil Apapun dalam Hidup

Aspek ketiga dalam bersyukur adalah mengapresiasi kebahagiaan sekecil apapun dalam hidup. Remaja akhir yang bersyukur akan menghargai kebahagiaan yang umumnya telah tersedia bagi kebanyakan orang. 

Remaja akhir akan memiliki pandangan positif dan mengapresiasi kebahagian sekecil apapun yang dialaminya, termasuk jika sedang dihadapkan pada suatu masalah. Remaja akhir akan melihat hal positif atau kebahagiaan sekecil apapun dibalik hal negatif atau situasi buruk yang dialaminya. 

Dengan demikian, jika remaja akhir dapat mengapresiasi kebahagiaan sekecil apapun yang terjadi walaupun itu dalam situasi yang buruk dan tidak menyenangkan maka remaja akhir dapat lebih memaafkan, terutama memaafkan situasi yang menyakitkan. 

4. Memahami Pentingnya Pengalaman dan Ungkapan Rasa Syukur

Aspek terakhir dalam bersyukur adalah mengetahui pentingnya pengalaman dan pengungkapan rasa syukur. Remaja akhir yang bersyukur akan menyadari pentingnya pengalaman yang telah dihadapi.

Seperti konsep yang sudah dijelaskan bahwa bersyukur dapat terjadi dari hal yang menyakitkan sekalipun (Coffman, dalam Synder et al., 2011) maka remaja akhir tidak hanya menjadikan pengalaman yang menyenangkan saja sebagai hal yang patut disyukuri. 

Remaja akhir juga akan menjadikan pengalaman yang kurang menyenangkan sebagai hal yang patut disyukuri pula. Selain itu, remaja akhir yang bersyukur juga akan menyadari pentingnya pengungkapan rasa syukur atas segala kejadian yang terjadi dalam hidup baik pengalaman menyenangkan maupun pengalaman tidak menyenangkan. 

Dengan mengetahui pentingnya pengalaman dan pengungkapan rasa syukur maka remaja akhir akan lebih mudah untuk memaafkan kesalahan diri sendiri di masa lalu, memaafkan orang yang telah menyakiti maupun memaafkan situasi yang menyakitkan baginya. 

Baca Juga:

Apa Manfaat Gratitude Atau Sikap Bersyukur?

Lantas apa saja manyaat dari menerapkan gratitude atau sikap bersyukut? Yaitu terdapat beragam manfaat pada kehidupan seseorang, sebagaimana terlihat dalam pembasan psikologi positif. Kemduian beberapa manfaat sikap gratitude akan diuraikan secara rinci sebagai berikut:

1. Menumbuhkan Sikap Positif

Haryanto & Kertamuda (2016) mengungkapkan bahwa manfaat dari gratitude pada seseorang adalah adanya kemampuan memanfaatkan apa yang dimilkinya, untuk dijadikan hal-hal positif dalam proses kehidupan.

2. Mengurangi Rasa Ketidakpuasan

Menurut Dwinanda (2016) manfaat dari gratitude adalah salah satunya adanya kemampuan mengelola emosi postif, sehingga dapat mengurangi rasa ketidakpuasan selama proses kehidupan.

3. Memperbaiki Pikiran Negatif

Menurut Dwinanda (2016) manfaat dari gratitude yang berikutnya adalah kemampuan untuk meningkatkan pikiran yang positif, serta memperbaiki setiap pikiran negatif tanpa mengingkari kenyataanya.

Efek Psikologis Bersyukur 

Selain dari beberapa manfaat yang telah disebutkan di atas, tentunya dari setiap upaya sikap bersyukur setidaknya kita dapat merasakan beberapa efek psikologis darinya. McCullough et al., (2002) mengungkapkan bahwa terdapat efek psikologis positif yang terjadi jika seseorang bersyukur, yaitu sebagai berikut: 

1. Sifat Afektif Positif Dan Kesejahteraan 

Orang yang bersyukur cenderung lebih mudah merasa dicintai, diterima, dan dihargai sehingga memiliki tingkat subjective well-being yang lebih tinggi. Orang yang bersyukur juga berpandangan bahwa hidup merupakan anugerah dan menghargai segala yang terjadi dalam hidupnya. 

Orang dengan tingkat bersyukur yang tinggi memiliki kepribadian yang cenderung ekstrovert dan terhindar dari emosi-emosi negatif seperti depresi, kecemasan, dan cemburu.

2. Sifat Prososial

Bersyukur merupakan sebuah emosi positif yang memicu seseorang untuk berbuat baik kepada orang yang telah memerhatikan kesejahteraan dirinya. Seseorang yang bersyukur akan memiliki empati, bersedia memaafkan, dan memberikan bantuan serta dukungan kepada orang lain. 

Hal ini mengakibatkan seseorang yang bersyukur lebih peka dengan keadaan orang lain dan aktif dalam pergaulan dengan lingkungan sosialnya. 

3. Sifat Spiritualitas

Seseorang yang bersyukur memiliki pandangan bahwa terdapat kekuatan yang lebih besar yang bukan berasal dari manusia yaitu Tuhan dan alam semesta yang mempengaruhi kesejahteraan dirinya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang bersyukur memiliki hidup yang lebih bahagia dengan apapun yang ada dalam hidup, merasa lebih dicintai dan dihargai serta diterima oleh lingkungan sosialnya. 

Seseorang yang bersyukur cenderung memberikan dukungan emosional berupa bantuan dan dukungan terhadap orang lain, memiliki empati dan mudah memaafkan. Seseorang yang bersyukur juga memiliki kepercayaan akan Tuhan dan alam semesta yang memiliki kekuatan lebih besar dari dirinya. 

Referensi

Arif, I. S. 2016. Psikologi positif: Pendekatan saintifik menuju kebahagiaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 


Dwinanda, R. F. 2016. Hubungan gratitude dengan citra tubuh pada remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi, 9(1), 34-41. 


Emmons, R. A. 2007. Thanks! How the new science of gratitude can make you happier. New York: Houghton Mifflin Company.


Hambali, A. Meiza, A. & Fahmi, I. 2015. Faktor-faktor yang berperan dalam kebersyukuran (gratitude) pada orangtua anak berkebutuhan khusus perspektif psikologi islam. Psympatic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(1), 94-101. 


Haryanto, H. C. & Kertamuda, F. E. 2016. Syukur sebagai sebuah pemaknaan. Insight, 18(2), 109- 118. 


Mahardhika, Devina Putri. 2019. Hubungan Antara Bersyukur dan Memaafkan Pada Remaja Tingkat Akhir. Skripsi, Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J.A. 2002. The grateful disposition: A conceptual and empirical topography. Journal of Personality and Social Psychology, 82(1), 112–127. 


Snyder, C. R., S. J., & Pedrotti, J. T. 2011. Positive Psychology: The scientific and practical explorations of human strengths (2nd ed.). Thousand Oaks, CA, US: Sage Publications, Inc.


Toussaint, L., & Friedman, P. 2009. Forgiveness, gratitude, and well-being: The mediating role of affect and beliefs. Journal of Happiness Studies, 10(6), 635–654. 


Post a Comment

Post a Comment