Mencintai diri sendiri adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan, namun istilah ini seringkali disalahpahami. Karena kebanyakan dari kita mengartikan hal itu sebagai orang yang egois dan tidak mempunyai kepedulian serta enggan memperhatikan orang lain.
Pemahaman tentang cinta diri atau self love terkadang dijelaskan sebagai upaya seseorang yang harus memperhatikan dirinya sendiri, namun kesalahan itu akan terlihat apabila mereka menganggap bahwa mereka juga tidak perlu memperhatikan orang lain selain dirinya sendiri.
Gambar. Kesalahan memahami cinta diri (self-love) menurut Erich Fromm. |
Mungkin kita pernah mendengar kalimat bahwa jangan terlalu mencintai orang lain, karena diri sendiri juga butuh untuk dicintai. Bahkan kalimat itu membuat banyak yang menganggap bahwa kita tidak perlu terlalu memperdulikan orang lain baik itu susah maupun senang pada mereka, karena kita fokus saja dan pedulikan saja diri sendiri.
Apabila jenis kesalapahaman tentang cinta diri ini tidak diperbaiki secara menyeluruh, sebenarnya dapat berdampak atau mengganggu pada kualitas kita dalam membangun hubungan dengan orang lain.
Untuk itu pada pembahasan ini ada beberapa pertanyaan terkait dengan kajian tentang apa saja fenomena kesalapahaman terhadap cinta diri? Kemudian apa saja dampak dari kesalahan dalam memahami cinta diri? Serta bagaimana arti cinta diri yang sebenarnya? Apakah ada perbedaan antara cinta diri dengan mencintai orang lain?
Fenomena Kesalahan Memahami Cinta Diri (Self-Love)
Apakah mencintai diri sendiri adalah sebuah kesalahan? Tentu tidak, itu merupakan hal yang wajar sebagai manusia serta baik untuk kesehatan mental kita. Namun memaknai cinta diri dalam kehidupan manusia terdapat pemahaman yang cukup beragam seperti memperhatikan, kepedulian dan memanjakan diri sendiri.
Memang semua yang disebutkan itu juga bagian dari cara kita mencintai diri sendiri, namun apa yang menjadi masalahnya? Yaitu ketika kita membedakannya dengan mencintai orang lain. Kebanyakan dari kita menganggap jika terlalu mencintai orang lain, maka hal itu membuat kita semakin berkurang dalam mencintai diri sendiri.
Di sisi lain ada juga pemahaman yang mengidentikan cinta diri sebagai sikap atau seseorang yang hanya mementingkan diri sendiri, dan juga menyebut hal itu sebagai sifat egois. Pandangan ini mengatakan bahwa individu yang mementingkan diri sendiri adalah sesuatu yang buruk, bahkan juga dianggap sebagai kejahatan.
Begitupun sebaliknya, mereka yang menganggap mencintai orang lain adalah orang yang tidak mecintai dirinya sendiri. Dengan demikian hal ini seakan menjadi suatu pertentangan antara cinta diri dengan mencintai orang lain, dan apakah manusia harus memilih antara salah satunya?
Ketika kita memilih antara cinta diri atau mencintai orang lain, maka itu akan membuat kita meniadakan salah satu yang lain. Artinya ketika kita mencintai diri, maka kita tidak perlu mencintai orang lain seperti peduli, menolong dan lainnya. Pemahaman ini menganggap energi akan habis untuk orang lain, ketika mencintai orang lain dan itu akan memperburuk kedaan pada diri sendiri.
Dampak Kesalahan Memahami Cinta Diri (Self Love)
Apa dampak kesalahan memahami cinta diri? Terdapat dua hal yang akan terjadi bila orang salah atau keliru ketika memahami konsep ini, yaitu terperangkap dalam sikap yang pertama adalah egois dan kedua disebut dengan narsisme.
Pertama, sikap egois biasanya dimengerti sebagai sikap yang didasarkan atas dorongan demi keuntungan atau kepentingan diri sendiri, dari pada kesejahteraan orang lain. Dampak dari sikap egois ini adalah mereka merasa harus peduli pada diri sendiri dan hilangnya kepedulian pada orang lain.
Kedua yaitu narsisme, merupakan suatu perilaku yang mencintai diri sendiri secara berlebihan, mereka senang dengan pujian dan hal-hal yang dapat memberikan mereka kepuasan diri. Di sisi lain mereka juga tidak bisa menerima kritikan dari orang lain, karena dianggap dapat mengancam dirinya.
Baca Juga: Pengertian Narsisme Menurut Para Ahli, Ciri-Cirinya dan Dampak Kepribadian Narsistik.
Terperangkap dalam sikap egois dan narsistik ini bisa menjadikan seseorang kehilangan sesuatu, baik itu pada dirinya sendiri maupun hubungannya dengan orang lain. Adapun beberapa dampak kesalahan mencintai diri sendiri dapat dapat diuraikan lebih rinci sebagai berikut:
1. Mementingkan Diri Sendiri
Konsep self love dengan mementingkan diri sendiri merupakan dua hal yang berbeda. Orang yang hanya mementingkan diri sendiri adalah bagian dari sikap egois, mereka melakukan sesuatu bukan untuk suatu kebaikan antar sesama. Melainkan untuk kebaikannya sendiri, sehingga sulit membangun hubungan dengan orang lain.
2. Kehilangan Kepedulian pada Orang Lain
Orang yang hanya mementingkan diri sendiri bukanlah bentuk sikap dari konsep self love, melainkan dari sifat egois dan narsis. Mereka terlalu fokus terhadap dirinya sendiri dan melupakan keberadaan atau kesejahteraan orang lain membuat mereka kehilangan kepedulian.
3. Adanya Sikap Sombong
Orang yang egois dan narsis bukanlah bagian dari cara mencintai diri sendiri, melainkan suatu keselahan dalam memahami konsep self love dan hanya membuat mereka menjadi pribadi yang sombong.
4. Tidak Mampu Menerima Kritikan
Orang yang merasa dirinya paling benar, baik, cantik, ganteng, pintar, dan sebagainya karena sikap egois maupun narsis adalah pribadi yang tidak suka mendapatkan kritikan.
5. Ketidakberdayaan
Individu narsis yang merasa dirinya lebih dari pada orang lain akan selalu merasa bangga dengan apa yang mereka miliki. Namun apabila mereka mendapatkan kritikan, atau apa yang dilakukan tidak dihargai maka mereka akan merasa sangat tidak berdaya.
Memahami Konsep Cinta Diri (Self Love) Menurut Erich Fromm
Kesalahan dalam memahami konsep cinta diri tidak bisa dianggap remeh, karena hal itu akan memberikan dampak negatif pada diri sendiri dan bahkan hubungan kita dengan orang lain menjadi tidak baik. Lantas bagaimana memahami konsep ini yang sebenarnya?
Untuk menjawab pertanyaan di atas penulis menggunakan pendapat Erich Fromm, yang bila dilihat dengan baik Ia tidak membedakan anntara seseorang mencintai diri sendiri dengan orang lain. Hal ini diungkapkan karena keduanya merupakan satu kesatuan dalam konsep mencintai yang produktif.
Konsep tersebut didasarkan pada kepribadian produktif yang merupakan teori Erich Fromm. Dengan begitu individu yang mampu mengembangkan cinta yang sehat adalah mereka yang berkepribadian produktif. Sehingga terdapat dua element cinta diri yang terdiri dari postif dan negatif, sebagaimana akan diuraikan di bawah ini:
1. Cinta Diri Positif
Maksud dari cinta diri yang positif adalah suatu seni kehidupan berdasarkan unsur-unsur seperti penghargaan pada diri, adanya kepercayaan terhadap diri sendiri, dan mampu menerima setiap kelemahan atau kekurangan pribadinya.
Artinya mereka tidak membutuhkan validasi atau pujian dari orang lain atas potensi dirinya, sekaligus tidak kehilangan kepedulian terhadap lingkungan sosial. Karena cinta diri yang positif adalah suatu kemampuan dalam mencintai dirinya sendiri dan sekaligus pada orang lain.
2. Cinta Diri Negatif
Ini adalah perasaan terlalu tinggi atau terlalu rendah tentang diri sendiri yang didorong oleh eksternal. Cinta diri negatif bisa berarti merasa lebih baik atau lebih buruk dari orang lain berdasarkan faktor-faktor seperti penampilan fisik, prestasi, atau status sosial.
Fromm menyatakan bahwa cinta diri yang sehat adalah ketika cinta diri positif mendominasi dan cinta diri negatif dikendalikan. Ini berarti individu memiliki pandangan positif tentang diri mereka sendiri tanpa menjadi sombong atau merasa lebih unggul daripada orang lain.
Menurut Fromm, cinta diri yang sehat tidak sama dengan egoisme atau narcisisme. Cinta diri yang sehat bukanlah tentang mengutamakan diri sendiri secara berlebihan, melainkan tentang memiliki rasa penghargaan terhadap diri sendiri, menerima diri apa adanya, dan memiliki kemampuan untuk merasa nyaman dengan siapa diri Anda. Ini adalah dasar yang kuat bagi pembentukan karakter yang produktif.
Fromm percaya bahwa individu yang memiliki cinta diri yang sehat cenderung lebih bahagia dan lebih mampu berkontribusi pada masyarakat secara positif. Mereka tidak merasa perlu untuk terus-menerus memperoleh validasi dari luar, dan mereka dapat lebih bebas untuk mengembangkan potensi mereka.
Sebagaimana menurut Fromm (2020: 161) cinta kepada diri saya sendiri berkaitan dengan cinta kepada orang lain. Artinya seseorang yang mengatakan bahwa dia mencintai dirinya, maka ia juga harus mencintai orang lain. Karena baik pribadinya dengan yang lain adalah adanya unsur kemanusiaan di dalamnya.
Di sisi lain Fromm (2020: 163) menegaskan sebaliknya bahwa bila seseorang mengatakan mampu mencintai orang lain secara produktif, maka mereka juga harus bisa mencintai dirinya sendiri. Sebab jika cinta itu hanya mengarah pada orang lain dan mengabaikan diri sendiri, maka sebenarnya mereka sama sekali tidak mampu mencintai.
"Cintailah sesamamu seperti mencintai dirimu sendiri." Al-Kitab (Fromm, 2020: 165).
Kutipan di atas menggambarkan bahwa cinta diri adalah suatu kebajikan apabila hal itu juga dapat diaktualisasikan pada makhluk lainnya. Hal ini karena baik dirinya sendiri dan sesamanya terdapat nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya. Di sisi lain pribadi kita dan orang lain juga merupakan objek cinta dalam teori Fromm. Anda bisa membacanya dalam artikel sebelumnya.
Dalam pandangannya Fromm, cinta diri sendiri merupakan kebajikan, sebab kita sendiri merupakan objek dari cinta. Kita objek dari perasaan-perasaan dan sikap kita. Pada intinya, secara mendasar sikap kita dan sikap kita kepada orang lain mempunyai kesinambungan.
Sebagaimana yang di kutip Fromm dari William James, dimana seseorang mencintai keluarganya tetapi tidak mempunyai perasaan kepada orang asing, menurut James hal tersebut tidak bisa disebut dengan cinta karena tidak mempunyai kemampuan mendasar untuk mencintai.
Mengenal Arti Self Love yang Sebenarnya
Kesalahan dalam memahami konsep self love (cinta diri) merupakan hal yang cukup serius pada kehidupan manusia. Karena itu akan memberikan dampak pada perkembangan kepribadian dan mengganggu hubungan dengan sesama.
Untuk itu alangkah baiknya kita mengenal arti cinta diri yang sebenarnya, sebagaimana pandangan yang telah disebutkan sebelumnya bahwa self love yang sehat dan positif yaitu didasarkan pada kepribadian produktif.
Wujud dari karakter produktif adalah mereka yang sanggup memberi, artinya mencintai baik itu pada diri sendiri dan orang lain merupakan kemampuan. Dengan kata lain individu dengan karakter seperti ini juga mampu mencintai secara produktif.
Self love yang didasarkan pada keperibadian produktif mampu mencitai dirinya sendiri dan orang lain sebagai objek cintanya. Apabila dan hanya mengarah pada pribadinya saja, maka itu menjadi egois dan narsistik.
Sebaliknya jika ia terarah pada orang lain dan mengabaikan dirinya, maka itu bukanlah cinta produktif melainkan menjadi ketergantungan. Bagaimana cinta diri terkait dengan kepribadian produktif menurut Erich Fromm? yaitu akan diuraikan sebagai berikut:
1. Suara Hati Humanistik
Suara hati humanistik adalah suatu kemampuan individu dalam mendengar apa yang ada di dalam dirinya sendiri, dan bukanlah dari luar dirinya. Artinya mereka dalam membuat keputusan tidak bergantung atau berdasarkan pada keinginan orang lain.
Dengan demikian orang yang mencintai dirinya yaitu mampu percaya pada potensi yang ada di dalam diri mereka. Jika Ia mencintai orang lain, maka hal itu adalah bagian dari kemampuan mencintai yang diberikan oleh mereka pada orang lain tersebut.
Suara hati humanistik merupakan konsep individu ketika mampu merasakan kemanusiaan di dalam dirinya dan orang lain. Dalam arti yang lain adalah bentuk kepercayaan terhadaap diri sendiri.
2. Menerima kritik dan belajar dari kesalahan
Orang yang mencintai dirinya adalah mereka yang tidak menutup diri dengan lingkungan. Artinya pribadinya selalu terbuka terhadap kritikan dari orang lain, dan menganggap hal itu sebagai pelajaran agar bisa berkembang lebih baik lagi.
Mereka menerima kritik dan mau belajar dari kesalahan adalah bukan untuk bergantung pada yang memberikan kritik tersebut. Hanya saja selalu ada sikap untuk membuka diri demi menjadi pribadi yang lebih baik.
3. Mencapai potensi mereka
Suara hati humanistik yang merupakan kemampuan mendengar apa yang menjadi tujuan dan kebaahagiaan untuk mereka sendiri, dan kemampuan untuk menerima kritikan dari orang lain adalah bagian dari menjadi pribadi yang terus mengembangkan potensi dirinya.
Pengembangan potensi diri dilakukan dengan mengetahui apa yang menjadi kebutuhannya. Walaupun kita menjadi orang membuka diri terhadap kritikan, namun tidak harus membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
4. Membangun hubungan yang sehat
Konsep self love yang baik sebenarnya mampu membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Mereka mampu bagaimana memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus bergantung dari orang lain, namun bukan berarti mereka adalah orang yang mementingkan dirinya sendiri.
Maksud dari hal itu menandakan suatu konsep cinta diri yang sehat, karena mampu mencintai dirinya sendiri dan tidak membutuhkan validasi atau pengakuan maupun pujian daari orang lain. Di sisi lain mereka juga tidak kehilangan empati pada lingkungannya, sebab mereka mampu mencintai orang lain sekaligus dirinya sendiri.
5. Berkontribusi pada masyarakat
Konsep self love yang sehat adalah suatu kemampuan yang dapat mencintai diri mereka sendiri, sekaligus pada lingkungan atau orang lain. Dengan begitu mereka mampu memberikan kontribusi pada lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Hal itu memungkinkan karena salah satu kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri, sebagaimana pada pandangan Masllow. Sedangkan dari perspektif Fromm yaitu didasarkan pada kepribadian produktif seperti aktif dan kemampuan memberi.
Dengan demikian konsep mencintai yang sebenarnya adalah memperhatikan diri sendiri, dan ikut berpartisipasi untuk memberikan kontribusi pada orang lain atau masyarakat. Lebih tegasnya hal ini adalah bagian dari pengembangan potensi manusia agar bisa menjadi lebih baik lagi.
Konsep ini menggambarkan bahwa individu yang mampu mencintai dirinya, juga harus bisa mencintai sesama manusia lainnya. Hal ini karena setiap orang ada nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya, yang artinya kita merupakan manusia yang sama-sama memiliki perasaan.
Referensi
- Darmawan, Hendro. 2011. Kamus-Ilmiah-Populer. Yogyakarta: Bintang-Cemerlang.
- Davison, G.C & Naele J.M. 2006. Psikologi-Abnormal. Jakarta: PT. Raja-Grafindo-Persada.
- Duran, V. M, Barlow, D.H. 2007. Essential-of-Abnormal-Psychology. Yogyakarta: Pustaka-Pelajar.
- Fromm, Erich. 2005. The Art of Loving: Memaknai-Hakikat-Cinta. Penerj. Andri Kristiawan. Jakarta: Gramedia.
- Fromm, Erich. 2020. Man for Him Self: Manusia-untuk-Dirinya-Sendiri. Penerj. Sushela. Yogyakarta:IRCisoD.
- Golec de Zavala, A., Cichocka, A., & Iskra-Golec, I. 2013. Narsisme-kolektif-memoderasi-efek-ancaman-citra-dalam-kelompok-pada-permusuhan-antar-kelompok. Jurnal-Psikologi-Kepribadian-dan-Sosial.
- Wade, Carone, dan Carol Tavris. 2007. Psychology-9thedition, Bahasa-Indonesia. Language-Edition. Jakarta: Penerbit-Erlangga.
Post a Comment