EjB3vSKmQo697EadCV9cGlL38GnDuoUNUgLqklCB
Bookmark

Cinta Menjaga Ras Kemanusiaan

Manusia merupakan makhluk sosial yang pada prinsipnya membutuhkan individu lain dalam menjalani kehidupan. Hal ini menjadi suatu  penyatuan, persaudaraan, kebersamaan sehingga menjalin hubungan dengan yang lainnya. Ini merupakan suatu kebutuhan manusia dan barangkali akan menjadi hal yang paling mendasar.

Seperti yang dikatakan Erich Fromm dalam Seni Mencinta (1987),“ kebutuhan paling mendasar manusia adalah penyatuan, atau kebersamaan agar bisa terbebas dari penjara kesunyian." 

Cinta Menjaga Ras Kemanusiaan
Gambar. Cinta menjaga ras kemanusiaan. Sumber. pixabay.com

Berkaca pada kisah Adam dan Hawa dalam proses penciptaan manusia, sebagaimana Adam ketika masih berada di surga yang penuh dengan kenikmatan di sekelilingnya tapi masih saja merasa kekurangan, olehnya itu kedatangan Hawa merupakan suatu simbol dalam kehidupan yang mengajarkan kebersamaan, penyatuan dan cinta untuk menepis kesunyian, kehampaan maupun kegelisahan.

"Di mana ada cinta, maka di situ ada kehidupan". (Mahatma Gandhi) 

Dalam hal ini sejarah proses penciptaan manusia memperlihatkan suatu kebutuhan dasar yakni kebersamaan dan penyatuan sebagai sarana utama dalam kehidupan, selain dari pada itu Tuhan mencoba memberikan gambaran bahwa ia menciptakan manusia dengan cinta. 

Sebagaimana Tuhan menciptakan manusia selain menjadi khalifah fil’ards, melainkan juga merasakan kasih sayangnya yang luas sebagai ciptaanya. Sehingga manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi dapatlah memberikan kasih sayangnya kepada sesama ciptaannya. Maka untuk memenuhi kebutuhan dasar itu adalah cinta.

Sehingga kesadaran akan eksistensi sebagai manusia adalah seperti seruan amar ma’ruf nahi munkar, yakni menyebarkan kebaikan yang penuh dengan perasaan kasih sayang terhadap semua ciptaan maupun sesamanya. 

Kemudian hal itu juga untuk mencegah atau menahan diri agar tidak melakukan kedzaliman yang dapat merugikan maupun melukainya, hal ini mengajarkan bahwa sebuah aktivitas manusia itu tidak terlepas dari ridha sang Kuasa.

Ketika dalam suatu kehidupan tidak terlepas dari hubungan sosial atau kebersamaan. Dalam hal ini, menjaga atau menjalin suatu hubungan merupakan sesuatu yang tidak semudah membalik telapak tangan, sebab kebencian, keegoisan diri, dan putus asa bisa berujung pada tindakan kekerasan, pembunuhan, pelecehan seksual maupun bunuh diri. 

Hal ini  merupakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang memperlihatkan tidak harmonisnya suatu hubungan. Sesuatu seperti ini terjadi karena tidak adanya etika sebagai landasan untuk suatu hubungan menjalani hidup, sebab perbuatan sesuatu yang bersifat baik dan buruk itu adalah masalah etika yang mencoba memberikan landasan dalam berperilaku agar lebih bersifat manusiawi. 

K. Bertenz dalam bukunya Etika menjelaskan bahwa etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etika adalah nurani (batiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. 

Etika bersifat absolut, yang artinya tidak dapat ditawar–tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi. Ini memberikan gambaran bahwa dalam melakukan perilaku yang etis itu seharusnya dengan kesadaran akan niat yang tidak mengharapkan apa-apa kecuali kebaikan itu sendiri. 

Ketika perbuatan baik mendapat pujian itu mungkin ada benarnya bagi K.Bertenz, adapun yang perlu saya tekankan adalah manusia tidak layak mendapatkan pujian, akan tetapi ia wajib melakukan hal terpuji, sebab layaknya sebuah pujian itu hanya Tuhan semata. 

Sebagaimana perkataan cinta merupakan pemberian rasa kasih sayang dengan kesadaran kemanusiaan terhadap sesuatu yang tidak mengharapkan timbal balik dari apa yang ingin kita berikan, dan cinta merupakan kekuatan dalam menjaga ras kemanusiaan tetap dalam kebersamaan, karena tanpa cinta kemanusiaan tidak akan pernah ada. 

Ia adalah fitrah manusia yang sebagaimana terlihat dalam proses penciptaan manusia dan dibesarkan dalam buaian seorang ibu ketika kita dilahirkan ke dunia ini.Kebtuhan akan kebersamaan adalah sesuatu yang telah diajarkan, yang pada dasarnya setiap orang mempunyai keinginan untuk berbuat kebaikan. Ini adalah kekuatan nurani yang membimbing suatu perbuatan etis dalam mencintai ciptaan Tuhan. 

Misalnya, itu terlihat pada saat ketika seseorang berjalan di suatu tempat sepi tanpa seorangpun di sekitarnya, dan ia melihat ada seseorang terbaring tanpa daya penuh darah diwajahnya akibat kecelakaan, yang sedang berteriak meminta pertolongannya, saat seperti itu hanya ada dia di depan korban tersebut dan tak ada siapapun lagi. 

Ketika itu walaupun ada perasaan takut tapi dengan fitrahnya untuk berbuat baik maka ia akan menolong korban itu tanpa ada waktu memikirkan tentang imbalan perbuatannya, yang hanya untuk mendapat ridha Allah swt. Ini merupakan salah satu perbuatan etis dalam mencintai dengan kesadaran manusiawi.

Adapun semua ini merupakan perbuatan etis yang sifatnya alamiah semisal kasih sayang seorang ibu pada anaknya, akan tetapi bila perbuatannya bersifat ilmiah maka ini adalah sikap dalam bentuk dinamis yang harus dikembangkan terus menerus. 

Sehingga perbuatan pada setiap orang dengan kata cinta tidak menuju pada sikap pasif dan pesimis yang membuat tindakan kekerasan, bunuh diri dan pemutusan silaturahim maupun perceraian dalam konteks pernikahan. 

Hal ini terjadi karena minimnya kecerdasan emosional yang ketika mencintai haruslah menunjukan perbuatan etis untuk sesama sehingga mampu menjaga setiap hubungan dalam konteks apapun, sehingga terlihatnya suatu kebersamaan maupun penyatuan. 

Seringkali hal-hal pelecehan seksual terjadi pada seorang perempuan, ini merupakan suatu tindakan yang tidak berkesadaran dalam memahami seorang manusia. Kejadian ini merupakan pemahaman tentang cinta yang membuat suatu penyatuan dan kebersamaan telah mengalami kekeliruan.

Hal itu terjadi karena orang memahami jalinan suatu hubungan dengan pemaknaan bahwa ia mempunyai hak ‘memiliki’ orang yang menjalin kebersamaan denganya. Sehingga pada suatu ketika dalam penuh tekanan atau cobaan, dengan merasa punya hak ‘memiliki’ ia membuat seorang perempuan seperti benda yang dibuat sesuai kemaunnya. 

Ini bisa berujung pada konflik atas egoisme, dan kekecewaan maka tindakan kekerasan, pembunuhan, pelecehan bahkan sampai tingkat bunuh diripun dapat terjadi. Padahal mencintai itu adalah ‘memberi’ tanpa pemaknaan ‘memiliki’dalam dirinya, sebab mencintai merupakan transformasi kasih sayang, kebahagiaan serta impian kita pada siapapun, yang entah itu perempuan, fakir miskin maupun segala ciptaan Tuhan. 

Jika mencintai merupakan perbuatan etis maka dalam setiap hubungan seharusnya tau perbuatan apa yang harus dan tidak bisa dilakukan, agar dengan mencintai kita tidak lagi menyakiti siapapun. Sebab inilah kekuatan dari kemanusiaan. 

Kemudian dunia pendidikan seharusnya tidak meremehkan persoalan ini, dengan memberikan penekanan peserta didik bukan hanya kecerdasan intelektual, tapi adanya kecerdasan spritual maupun emosional. Pada prinsipnya seseorang dianggap mencintai seharusnya melakukan perbuatan etis, Yakni berusaha memberikan kebaikan. 

Perbuatan etis ini pernah dijelaskan oleh Murtadha Mutahari dalam Falsafah Akhlak(2012). Misalnya usaha meminta maaf ketika sadar akan kesalahan yang dibuat dan memaafkan ketika didzalimi. Hal ini memang tidak semudah dan membutuhkan satu langkah ikhtiar akan tetapi dengan inilah kita menjaga kemanusiaan itu sendiri. 

Kemudian hal itu bersifat dinamis sebab perbuatan etis dilakukan dengan usaha, selain dari pada itu sikap jujur, serta rendah hati (tawadhu) merupakan hal yang mesti ada dalam diri seseorang ketika mencintai, agar selalu menjadi pribadi yang menjaga dan menghargai kebersamaan setiap hubungan. 

Terlebih lagi dalam mencintai tidaklah menunjukan satu objek atau hanya seseorang, sebab itu hanya akan membuat pemaknaan cinta yang sempit. Akan tetapi dalam pemaknaan cinta adalah luas, sehingga kaum mustadfhin yakni, orang-orang tertindas, lemah dan terlantar seperti anak-anak yatim piatu yang seharusnya mendapatkan perlakuan yang baik, adil dan rasa kasih sayang dari kita. 

Jika cinta itu adalah ‘memberi’ maka mereka jugalah yang patut diberi. Sebab terkadang orang selalu mengabaikan hal ini, dengan anggapan suatu kesuksesan adalah ketika mereka mampu mendapatkan penghasilan serta membuat suatu keluarga yang berkecukupan untuk mereka sendiri, tanpa merasa peka dengan lingkungan sekitar. 

Hal ini merupakan gagalnya sebuah impian, yang nyatanya kesuksesan adalah sebuah impian yang bersentuhan langsung dengan persoalan kemanusiaan, dan merasa suatu tanggung jawab sosial. 

Post a Comment

Post a Comment